Jumat 17 Mar 2023 23:18 WIB

11 Desa di Lombok Masuki Tahap Pendampingan Sadar Wisata 5.0

11 desa wisata ini mengikuti Biannual Tourism Forum yang digelar Kemenparekraf

11 desa wisata ini mengikuti Biannual Tourism Forum yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) pada 14-15 Maret 2023) untuk memaparkan program pengembangan pariwisata yang akan dilaksanakan di desa masing-masing. Desa Wisata berasal dari 4 wilayah, yakni Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, serta Lombok Barat.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK -- Setelah tahapan Sosialisasi, Pelatihan, serta Pembuatan Proposal, 11 desa wisata di Lombok yang menjadi sasaran Program Kampanye Sadar Wisata 5.0 pada tahun 2022 lalu, kini bersiap memasuki tahap berikutnya yakni Pendampingan. 

11 desa wisata ini mengikuti Biannual Tourism Forum yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) pada 14-15 Maret 2023) untuk memaparkan program pengembangan pariwisata yang akan dilaksanakan di desa masing-masing. Desa Wisata berasal dari 4 wilayah, yakni Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, serta Lombok Barat.

Dari Lombok Barat, Yani Aji Sujana, perwakilan Desa Sekotong Barat menuturkan, meski masih merupakan desa rintisan, namun warga dan pelaku pariwisata bertekad menjalin kerja sama untuk mengembangkan pariwisata. Di antaranya, karena desa merupakan penghasil emas, perak, dan mutiara; maka akan lebih didorong agar bernilai jual. 

“Untuk daya tarik agar wisata datang, ada sport diving dan snorkeling di 3 gili. Selain itu, kami akan mengembangkan UMKM oleh-oleh khas dari limbah kulit kerang. Yang paling unik, terdapat daya tarik wisata yang dikemas dengan pendekatan story telling yang dapat dijual sebagai penutup paket wisata ke 3 Gili tersebut,” tuturnya. 

Sedangkan Malik Abdul Aziz dari Desa Kuta Mandalika, Lombok Tengah menyampaikan sebagai program jangka pendek, pihaknya akan mengoptimalisasi digital marketing sebagai sarana promosi wisata. 

“Untuk jangka panjang yaitu Kampoeng Nelayan di Pantai Benjon dengan pasir menyerupai merica dan pepohonan di tepi pantai sebagai USP (unique selling point). Tentu kami akan menggandeng para travel agent di sana,” paparnya seraya menambahkan penjelasan tentang hasil laut, yang berpotensi dipasarkan sebagai aset occasional tourism, yakni kuliner bulu babi yang hanya bisa didapatkan pada musim-musim tertentu.

Mewakili Desa Gili Indah, Lombok Utara, Safri Mutahid menuturkan, meski pulau-pulau di Desa Gili Indah sudah cukup dikenal sebagai destinasi wisata, khusus untuk Program Sadar Wisata 5.0 mereka mencetuskan konsep yang berbeda yaitu eco wisata berwawasan lingkungan berbasis masyarakat. 

Sebagai satu-satunya desa dari Lombok Timur, perwakilan Desa Jerowaru, Lukman Nurhakim memaparkan potensi wisata Bale Mangrove. “Di Bale Mangrove kita tidak hanya melakukan penanaman, ada pula galeri pembibitan dan pengolahan mangrove menjadi kopi. Paling penting adanya pohon mangrove berusia ratusan tahun. Diadakan juga Festival Bale Mangrove setiap tahun yang dikemas dengan nilai-nilai edukasi karena fokus kita bukan pada profit melainkan bagaimana menjaga hutan mangrove,” ujarnya.

Lukman menjelaskan, sebagai dampak dari kegiatan Sosialisasi dan Pelatihan Sadar Wisata, pihaknya juga telah melakukan kolaborasi dengan desa-desa sekitar untuk menyusun paket wisata. 

“Ada paket wisata Teluk Jukung, dengan 15 desa tergabung dalam kawasan itu,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement