Ahad 12 Mar 2023 07:54 WIB

FNFT Desak Pemerintah Larang Iklan Rokok di Medsos

Angka perokok anak, remaja, dan perempuan di Indonesia sangat tinggi.

Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi.
Foto: Dok FNFT
Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Free Net From Tobacco (FNFT) mendesak pemerintah dan platform digital, terutama media sosial (medsos), seperti Google, Meta, dan Tiktok untuk melakukan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet. Langkah itu sebagai upaya melindungi hak masyarakat dalam mengakses jaringan digital, khususnya perempuan dan anak dari ancaman bahaya rokok.

Koalisi FNFT menyatakan kekhawatiran terkait tingginya angka perokok di Indonesia, terutama di kalangan anak, remaja, dan perempuan. FNFT terdiri Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA), serta Muhammadiyah Steps-Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Perwakilan YLKI, Sularsi memandang pentingnya peran otoritas dalam mengatur regulasi iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet. Pihaknya pun mendorong pemerintah dan berbagai pihak, untuk melarang iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet.

"Saat ini kami lihat bersama bahwa belum ada aturan yang kuat, yang dapat melindungi masyarakat dari ancaman bahaya rokok dan produk turunannya di internet. Seharusnya, sama seperti di media lain, pemerintah harus dapat mengatur iklan, promosi, dan sponsor rokok di medsos," ujar Sularsi di Jakarta, Ahad (12/4/2023).

Presidium GKIA, Nia Umar, menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet. Menurut dia, sejak pandemi Covid-19, kehidupan seakan berpindah ke platform digital, termasuk sekolah dan berbagai macam sarana pendidikan dipindahkan ke ruang virtual.

"Sebagai Ibu, tentu saja kita ingin anak-anak kita dikelilingi oleh hal baik, namun dengan minimnya aturan di dunia maya, banyak hal yang berbahaya termasuk iklan, promosi, dan sponsor rokok dapat terakses baik sengaja maupun tidak sengaja oleh anak-anak karena jumlah screen time mereka otomatis bertambah," ujar Nia.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 19,5 persen pelajar merupakan perokok, dan 3,5 persen di antaranya merupakan perempuan. Dari kelompok dewasa, lebih dari 70 juta orang dewasa di Indonesia adalah perokok dan 3,3 persen di antaranya perempuan.

Dari 8.126 kasus pemasaran tembakau diamati selama periode September-Desember 2022, sebanyak 94 persen pemasaran dilakukan secara tidak langsung, dan hanya 6 persen pemasaran yang bersifat langsung atau terang-terangan dan kebanyakan merupakan promosi rokok elektrik. Itu pun menggunakan media Instagram (71 persen) dan diikuti Facebook (20 persen).

Akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Resti Yulianti, mengkritisi bagaimana bebasnya konten terkait rokok di internet. Dia menilai, ketiadaan aturan, apalagi larangan terhadap iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet, membiarkan perusahaan pembuatnya mengeksploitasi habis-habisan jaringan tersebut untuk dijadikan alat

pemasaran mereka.

Perwakilan SAFEnet, Widayanti Arioka menganggap, maraknya iklan, promosi, dan sponsor rokok yang berkeliaran disebabkan lemahnya regulasi iklan di platform digital. Selain itu, belum adanya aturan yang jelas dari pemerintah terkait iklan rokok dan rokok elektrik di internet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement