Jumat 24 Feb 2023 13:27 WIB

Aktivitas Warga Wamena Berangsur Normal

Polisi mengonfirmasi setidaknya sembilan orang meninggal dalam kerusuhan itu.

Garis Polisi (ilustrasi)
Foto: Antara/Jafkhairi
Garis Polisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA  -- Penjabat Sekda Papua Pegunungan Sumule Tumbo mengatakan, saat ini aktivitas masyarakat di Wamena berangsur kembali normal setelah terjadinya kerusuhan yang dipicu adanya isu penculikan anak.

"Saat ini situasi sudah kembali normal dan masyarakat beraktivitas seperti biasa, termasuk aparatur sipil negara (ASN)," kata Penjabat Sekda Papua Pegunungan Sumule Tumbo kepada Antara di Timika, Jumat.

Baca Juga

Ia berharap situasi kondusif dapat terus dipertahankan dan masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan isu-isu yang sengaja diembuskan oknum tidak bertanggung jawab.

"Mari kita bersama-sama menjaga keamanan dan kenyamanan di wilayah ini," kata Sumule yang saat ini berada di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya dan Provinsi Papua Pegunungan.

Sementara, Kabid Humas Polda Papua Kombes Benny Adi Prabowo secara terpisah mengaku dari laporan yang diterima, kerusuhan itu berawal sekitar pukul 12.30 WIT, saat mobil penjual kelontong dihentikan warga di Sinakma karena diduga akan melakukan penculikan anak.

Mendapat laporan tersebut, anggota yang dipimpin Kapolres Jayawijaya langsung ke TKP dan berupaya untuk menyelesaikan kasus tersebut dengan membawa terduga pelaku ke polres.

Namun, kata Kombes Benny, tiba-tiba ada yang berteriak dan menyerang anggota sehingga meminta perkuatan dari Wamena dan massa makin anarkis sehingga dilakukan tembakan peringatan.

Akibat insiden itu, dilaporkan sembilan warga sipil meninggal, termasuk yang tertembak dan enam yang luka-luka. Selain itu, delapan ruko dilaporkan dibakar massa. "Aparat gabungan TNI-Polri terus bersiaga guna mengantisipasi kembali terjadinya gangguan keamanan," katanya. 

Sementara, menurut pegiat hak asasi manusia (HAM) di Wamena, Theo Hasegem, kepada Republika, kabar terakhir yang diterima jumlah yang meninggal sekitar 11 orang, terdiri atas sembilan warga asli Papua dan dua atau tiga yang meninggal dari pendatang.

Theo mengatakan, rusuh mematikan tersebut sebetulnya berawal dari kesalahpahaman atas informasi yang tak benar di masyarakat. “Pemicunya itu berawal dari berita-berita hoaks yang terjadi di masyarakat,” kata Theo menjelaskan, Jumat.  

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement