REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Universtas Lampung (Unila) mulai membangkitakan lagi kejadyaan komoditas lada Lampung. Melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) mengadakan kegiatan Pencanangan Gerakan Nasional Lada Lampung di Embung B kampus Unila.
Rektor Unila, Prof Lusmeilia Afriani, mengatakan gerakan nasional lada dan tabur benih ikan ini merupakan sinergi Unila bersama stakeholder untuk menumbuhkan kembali kejayaan lada Lampung di nusantara sekaligus meningkatkan budidaya air tawar di Provinsi Lampung.
“Kegiatan ini diharapkan menjadi pelopor dalam mengembalikan kejayaan Lampung sebagai tanah lado sekaligus salah satu upaya meningkatkan potensi embung sebagai media budidaya air tawar,” ujar Lusmeilia Afriani dalam keterangan persnya, Ahad (12/2/2023).
Lusi, panggilan rektor Unila yang baru dilantik Rabu (18/1/2023) mengapresiasi Komisi IV DPR RI serta seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang telah memberi kesempatan dan dukungan penuh kepada Unila untuk terus mewujudkan cita-cita, pulih lebih cepat bangkit lebih kuat.
Penyelenggaraan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan green and clean campus ini dibuka langsung Rektor Unila Prof Lusmeilia Afriani, yang dihadiri Komisi IV DPR RI, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian Dirjen Perkebunan Ardi Praptono, dan Direktur Pakan dan Obat Ikan Ujang Komarudin.
Ketua Pelaksana yang juga Plt Ketua LPPM Unila Rudy mengatakan, gerakan ini merupakan bentuk kerja sama Unila dan Komisi IV DPR RI didukung Bappedas, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perikanan.
Bentuk dukungan dengan pemberian bantuan lada perdu sebanyak 1.500 batang, benih ikan jelabat, nila, dan baung sebanyak 250 ribu benih, serta penanaman buah 500 batang terdiri dari alpukat siger 375 batang, kelengkeng 25 batang, dan pinang betara 100 batang.
Komoditas lada Lampung sudah terkenal sejak zaman kolonial. Namun, kejayaan dan keberadaan lada di Tanah Lampung kian surut, seiring dengan merosotnya harga lada di pasaran. Lada yang menjadi ikon Provinsi Lampung kian sirna ditelan zaman.
Petani lada hitam (black piper) di Kabupaten Lampung Timur mengeluhkan rendahnya harga jual lada hitam di pasaran, yang tidak sebanding dengan ongkos pemeliharaan tanaman lada miliknya. Sebagian petani lada beralih ke tanaman lain yang menjanjikan seperti jagung dan kopi.
Fitri (36 tahun), petani lada di Desa Wana, Kecamatan Melinting, Lampung Timur, mengaku masih memiliki tanaman lada di kebunnya meski hanya beberapa batang saja.
Harga lada yang jatuh sampai Rp 20 ribu per kg, membuatnya tidak dapat hanya mengandalkan tanaman lada semata.
“Harga sekarang Rp 20 ribu per kilogram, sedangkan biaya pemeliharaan tanaman lada terus meningkat,” kata Fitri, yang mendapat lahan kebun warisan orangtuanya.
Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW
Untuk menutupi kekurangan hasil panen lada, dia dan keluarganya mengkolaborasikan lahan kebunnya dengan tanaman lain seperti jagung dan coklat. Sekitar kebunnya masih ada tanaman lada yang sudah tua, sedangkan di dalamnya terdapat jagung dan coklat.
Dia berharap pemerintah baik provinsi maupun pusat untuk dapat mengembalikan lagi kejayaan lada Lampung di nusantara dengan menaikkan harga jual lada petani.
Selama ini, menurut dia, belum ada gerakan signifikan dari pemerintah untuk mengembalikan kejayaan lada tersebut, terlihat dari harga jual yang merosot terus.