Ahad 12 Feb 2023 00:16 WIB

Warga Kampung Bojong Tuntut Pengembalian Tanah Mereka

Mereka minta pembatalan sertifikat hak pakai Kemenag dan Kementerian Penerangan.

Koalisi Rakyat Antimafia Tanah (Kramat) bersama dengan para pemilik dan ahli waris tanah adat kampung Bojong-Bojong Malaka, Kelurahan Cisalak, Depok, Kamis (9/2/2023) menggelar aksi unjuk rasa.
Foto: istimewa/doc humas
Koalisi Rakyat Antimafia Tanah (Kramat) bersama dengan para pemilik dan ahli waris tanah adat kampung Bojong-Bojong Malaka, Kelurahan Cisalak, Depok, Kamis (9/2/2023) menggelar aksi unjuk rasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koalisi Rakyat Antimafia Tanah (Kramat) bersama dengan para pemilik dan ahli waris tanah adat kampung Bojong-Bojong Malaka, Kelurahan Cisalak, Depok, Kamis (9/2/2023), menggelar aksi unjuk rasa. Dalam aksi ini mereka menuntut pengembalian tanah.

Mereka menggelar aksi di sejumlah lokasi, yaitu Kementerian ATR/BPN RI, Kementerian Agama dan Kementerian Komunikasi dan Informasi. Dalam aksi ini mereka menuntut pembatalan Sertifikat Hak Pakai atas nama Departemen Penerangan Republik Indonesia dan Sertifikat Hak Pakai atas nama Kementerian Agama.

Koordinator Kramat, Syamsul B Marasabessy, kedua sertifikat hak pakai tersebut dinilai cacat administrasi dan/atau cacat secara yuridis berdasarkan fakta-fakta yang sudah terbukti dihadapan hukum melalui sejumlah perkara perdata yang putusannya sudah inkracht van gewijsde.

"Selain meminta agar kedua sertifikat hak pakai produk mafia tanah tersebut dibatalkan atau dicabut, kami pun meminta Satgas Mafia Tanah Kementerian ATR/BPN RI segera memproses hukum oknum-oknum pejabat negara yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung terkait penerbitan kedua sertifikat tersebut,” kata Syamsul dalam siaran persnya, Sabtu (11/2/2023).

Mereka juga meminta Kemenag segera membayar uang ganti rugi penggunaan tanah mereka untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). "Jika tuntutan ganti rugi yang kami ajukan ditolak  maka kami menyampaikan ultimatum bahwa kami meminta agar tanah kami dikosongkan dari seluruh kegiatan pembangunan PSN,” ungkap Syamsul.

Para pengunjuk rasa itu dalam pernyataan sikapnya menyebut bahwa mereka turun ke jalan karena laporan dan pengaduan tentang konflik pertanahan yang telah mereka sejak Juni 2022 belum mendapat respon dari Kementerian ATR/BPN RI.

Mereka meminta Kementerian ATR/BPN RI mencabut atau membatalkan kedua sertifikat hak pakai RRI dan Kementerian Agama yang dijadikan dasar dan alasan menguasai dan menggunakan tanah mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement