Jumat 10 Feb 2023 05:56 WIB

Menanti Kepastian Biaya Haji

Kenaikannya BPIH yang sangat tajam menuai penolakan masyarakat.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan (kanan), menyampaikan keterangan pers disaksikan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (kedua kiri), Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah (kiri) dan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kedua kanan) usai mengadakan pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (27/1/2023). Pertemuan tersebut membahas rencana kenaikan biaya haji 2023.
Foto: ANTARA FOTO
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan (kanan), menyampaikan keterangan pers disaksikan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (kedua kiri), Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah (kiri) dan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kedua kanan) usai mengadakan pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (27/1/2023). Pertemuan tersebut membahas rencana kenaikan biaya haji 2023.

Oleh : Ani Nursalikah, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Tidak lama lagi calon jamaah haji akan mengetahui kepastian berapa biaya yang akan mereka keluarkan untuk menunaikan salah satu rukun iman di Tanah Suci. Kementerian Agama (Kemenag) dijadwalkan mengumumkan informasi biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) pada pertengahan Februari.

Calon jamaah haji tentu berdebar-debar menanti pengumuman tersebut. Suara-suara penolakan atas usulan Bipih yang diajukan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas santer terdengar.

Sebelumnya, Yaqut mengusulkan kenaikan biaya haji saat memberikan paparan dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR dengan agenda persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini Januari lalu.

Baca juga : Pendaftaran Haji melalui E-Platform Mulai Dibuka untuk 58 Negara

Biaya haji yang dibayarkan jamaah untuk musim haji 1444 H/2023 diusulkan sebesar Rp 69.193.733,60. Jumlah ini adalah 70 persen dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp 98.893.909,11.

Dibanding dengan tahun sebelumnya, usulan BPIH 2023 naik Rp 514.888,02. Menurut Yaqut, BPIH 2022 sebesar Rp 98.379.021,09 dengan komposisi Bipih sebesar Rp 39.886.009,00 atau 40,54 persen dan nilai manfaat optimalisasi sebesar Rp 58.493.012,09 atau 59,46 persen.

Sementara, usulan Kemenag untuk BPIH 2023, sebesar Rp 98.893.909,11 dengan komposisi Bipih sebesar Rp 69.193.734,00 70 persen dan nilai manfaat optimalisasi sebesar Rp 29.700.175,11 atau 30 persen.

Kenaikannya yang sangat tajam sudah barang pasti menuai penolakan dari calon jamaah haji. Bisa dimaklumi, kebanyakan jamaah haji kita adalah petani, pedagang, dan mereka yang bergerak di bidang non-formal.

Baca juga : ICMI Usulkan Durasi Ibadah Haji Hanya 20-30 Hari

Umumnya, mereka menabung bertahun-tahun demi menggapai mimpi berhaji di Baitullah. Jika usulan itu disetujui, maka calon jamaah haji hanya memiliki kira-kira tiga bulan untuk melunasi biaya haji sebesar Rp 40 juta. Benar-benar butuh upaya luar biasa untuk melunasinya.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag Hilman Latief menyebut kondisi ini memang luar biasa dan berbeda dari biasanya. Hal ini salah satunya disebabkan pengumuman kenaikan biaya layanan haji atau masyair yang mendadak diumumkan Arab Saudi.

Ketua Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah menjelaskan jika biaya haji tidak naik, nilai manfaat yang ditabung sejak 2020-2021 berpotensi habis. Simpanan hasil investasi karena tidak berangkat dari 2020-2021 akan habis pada 2025. Nilai manfaat berperan sebagai subsidi dari BPKH sehingga biaya haji yang ditanggung jamaah lebih murah.

Mengurangi masa tinggal jamaah haji di Makkah dan Madinah bisa jadi salah satu jalan keluar untuk memangkas salah satu komponen biaya haji. Seperti kita tahu, jamaah haji Indonesia tinggal selama 40 hari di Tanah Suci.

Baca juga : Pengamat Sarankan Bukan Peniadaan Tapi Pengurangan Jatah Katering Jamaah Haji

Durasi tinggal itu meliputi delapan hari di Madinah dan 35 hari di Makkah. Jamaah tinggal di Madinah untuk melaksanakan sholat arbain.

Yang terpenting adalah semua rukun haji terpenuhi. Namun, secara psikologis, durasi tinggal yang lama di Tanah Suci bisa dipahami karena lamanya dan besarnya upaya jamaah untuk berhaji, tentu ada pemikiran 'kenapa hanya berada sebentar di Tanah Suci, kan sayang?'

Karena itulah, butuh kebijaksanaan dari pihak terkait. Kepentingan jamaah haji harus jadi hal nomor satu yang mesti dipikirkan. Jangan sampai dengan masa antre puluhan tahun, jamaah juga mesti menanggung biaya haji yang memberatkan. Semoga kepentingan terkait bisa memperjuangkan hak jamaah haji secara proporsional.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement