REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkap Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melaporkan kenaikan bencana hidrometeorologi basah dalam 3--4 tahun terakhir.
"Yang menjadi perhatian kita mulai naiknya laporan kejadian bencana hidrometeorologi basah, dari Nusa Tenggara Timur," ujar Pelaksana tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti daring di Jakarta, Senin (6/2/2023).
Abdul mengatakan bahwa sebelumnya, NTT adalah provinsi kering, tapi dalam 3--4 tahun terakhir, bahkan di tahun 2021 punya banjir bandang yang cukup dahsyat diakibatkan Siklon Seroja.
"Jadi meskipun ketika kering, cukup ekstrem, NTT sekarang ketika musim hujan pun juga cukup ekstrem. Ini dua duanya merupakan ancaman nyata di Nusa Tenggara Timur," ucap Abdul.
Sehingga, BNPB beri perhatian khusus provinsi NTT untuk kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana. Sebab, dilihat dari prakiraan cuaca BMKG, terdapat beberapa bibit siklon di posisi selatan Jawa dan Bali.
"Sehingga untuk NTT kita tahu juga per hari ini, juga ada laporan kejadian banjir di Kabupaten Kupang. Sehingga ini perlu atensi kita semua," tutur dia.
Dikatakan Abdul, NTT sebagai provinsi yang kesulitan air maupun gersang, yang mungkin tidak terlalu banyak tumbuhan penahan hujan.
Namun, saat ini ketika Indonesia secara regional dipengaruhi oleh la Nina, ini frekuensi kejadian banjir bandang tanah longsor di Nusa Tenggara Timur meningkat signifikan.
"Ini menjadi perhatian kita bahwa sekarang NTT bukan hanya provinsi kering, tapi juga dengan intensitas dan frekuensi kejadian banjir yang cukup signifikan," ujar dia