Selasa 07 Feb 2023 00:40 WIB

Kemenkes Beberkan Kronologi Pasien Gagal Ginjal Akut Meninggal

Satu pasien suspek gagal ginjal akut masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus raharjo
Dokter merawat pasien anak penderita gagal ginjal akut. (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Ampelsaa
Dokter merawat pasien anak penderita gagal ginjal akut. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Juru Bicara Kementerian Kesehatan, M Syahril, mengonfirmasi adanya penambahan dua kasus baru Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Penambahan itu, terjadi setelah tidak adanya kasus baru sejak awal Desember tahun lalu.

“Penambahan kasus tercatat pada tahun ini, satu kasus konfirmasi GGAPA dan satu kasus suspek,” ujar Syahril di Jakarta, Senin (6/2/2023).

Baca Juga

Menurutnya, dua kasus itu dilaporkan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dari dua kasus tersebut, satu pasien meninggal dunia. Kemenkes membeberkan kronologi pasien GGAPA tersebut hingga meninggal dunia.

Berdasarkan pemaparan, satu kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia 1 tahun yang mengalami demam pada 25 Januari 2023. Pasien diberikan obat sirop penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion.

Pada 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (Anuria). Pasiden kemudian dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan. Pada 31 Januari mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.

Dikarenakan ada gejala GGAPA maka direncanakan untuk dirujuk ke RSCM. Namun, pihak keluarga disebut menolak rujukan dan meminta pulang paksa. Pada 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD, dan pasien sudah mulai buang air kecil.

Pada 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole, namun tiga jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia.

Sementara, satu kasus lainnya masih merupakan suspek, yakni anak berusia 7 tahun. Suspek GGAPA mengalami demam pada 26 Januari, kemudian mengkonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri.

Pada 30 Januari mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari Puskesmas. Pada 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan. Pada 2 Februari dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk, dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta. Pada saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait pasien ini.

Dengan adanya dua kasus baru itu, Kemenkes meminta agar Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah lain untuk aktif memantau pasien dengan gejala GGAPA dan segera merujuk ke rumah sakit yang telah ditunjuk Kemenkes untuk menangani pasien tersebut. Kemenkes bersama sejumlah pihak seperti IDAI, BPOM, ahli epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog, para Guru besar dan Puslabfor Polri masih melakukan penelusuran epidemiologi.

Tujuannya, untuk memastikan penyebab dan faktor risiko gangguan ginjal akut. “Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sampel obat dan darah pasien,” tegas dr Syahril.

Sejauh ini, BPOM memang telah melakukan investigasi atas sampel produk obat dan bahan baku baik dari sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan tempat produksi. BPOM juga telah melakukan pemeriksaan ke sarana produksi terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Namun demikian, BPOM belum menanggapi lebih jauh pertanyaan Republika.co.id menyoal penambahan dua kasus tersebut. Sebagai informasi, tambahan kasus baru GGAPA, hingga 5 Februari 2023 tercatat 326 kasus GGAPA dan satu suspek yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Dari sejumlah tersebut 116 kasus dinyatakan sembuh, sementara enam kasus masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement