Rabu 01 Feb 2023 00:17 WIB

Pengamat Sebut Kaesang Punya Nilai Tawar Terhadap Parpol

Kalimah menilai dinasti politik juga mendorong terciptanya manipulasi politik.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus raharjo
Kaesang Pangarep Dan Erina Gudono ketika ditemui di Puro Mangkunegaran, Sabtu (21/1/2023).
Foto: Republika/Alfian
Kaesang Pangarep Dan Erina Gudono ketika ditemui di Puro Mangkunegaran, Sabtu (21/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA --Pengamat politik Universitas Airlangga, (Unair) Kalimah Wasis Lestari menilai wajar putra bungsu Presiden Joko Widodo berniat terjun ke dunia politik. Menurutnya, sangat wajar setiap orang dapat berubah pikiran seiring berjalannya waktu, apalagi ketika melihat peluang yang ada.

Kalimah menuturkan, helatan pesta pernikahan besar dan mendapatkan atensi yang sangat baik, bisa menjadi pendorong keputusan Kaesang terjun ke dunia politik tersebut.

Baca Juga

"Pemberitaan ini bukan hal yang mengejutkan lagi, ya. Karena Kaesang memang memiliki nilai tawar terhadap partai peserta Pemilu, salah satunya karena dia memiliki popularitas," kata Kalimah, Selasa (31/1/2023).

Kalimah menyebut ada potensi kecenderungan pelebaran dinasti politik di keluarga Joko Widodo dengan masuknya Kaesang ke dunia politik. Apalagi, jika dilihat dari rekam jejak yang ada, dimana banyak keluarga Jokowi yang menduduki jabatan strategis.

Seperti putra sulung Gibran Rakabuming Raka menjabat Wali Kota Solo, menantu Bobby Nasution jadi Wali Kota Medan, hingga adik ipar Jokowi, Anwar Usman yang menduduki ketua Mahkamah Konstitusi.

"Itu bisa mengarah seperti apa yang terjadi pada Soeharto. Untungnya, saat ini ada pembatasan masa jabatan, yaitu dua periode. Maka, masa jabatan ini perlu kita kawal, jangan sampai ada penambahan periode yang bisa menambah peluang pelanggengan kekuasaan," ujarnya.

Menurut Kalimah, dinasti politik bukanlah hal baik. Karena dapat menutup kesempatan warga negara lain yang sebenarnya memiliki kemampuan yang jauh lebih baik, namun tidak dapat menjabat karena tertutup dinasti tersebut. Tidak hanya di ranah eksekutif, dinasti politik juga menjalar di ranah legislatif.

Selain itu, lanjut Kalimah, dinasti politik juga mendorong terciptanya manipulasi politik. Manipulasi politik dapat memerbesar peluang hingga menjamin kemenangan dari dinasti tersebut. Beragam cara dapat dilakukan, seperti memesan posisi menjadi kandidat kepada partai politik, hingga pembelian suara yang dilakukan dengan cara yang halus.

"Demokrasi itu kan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Oleh karena itu, Pemilu dibentuk sebagai sarana terjadi pergantian kepemimpinan, ya, guna mencegah kelompok kecil yang memiliki kuasa besar," kata dia.

Ia menilai, partai politik sebagai pintu masuk menuju pemilu harusnya memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi itu sendiri, salah satunya mencegah dinasti politik tersebut. Parpol diharapkan mampu bertingkah objektif sesuai kapabilitas ketika memilih kandidat, bukan melihat popularitas dan koneksi kepada penguasa.

Menurutnya, tidak semua kandidat yang memiliki kedekatan dengan dinasti politik dapat menang. Dari itu, masyarakat harus jeli siapa kandidat yang akan dipilih, apalagi di era media sosial. Kemampuan berpikir kritis akan diuji ketika berita itu hadir. Apalagi, keberadaan buzzer sering membuat bias pendapat yang ada.

"Jangan hanya terhanyut pada pendapat popular, misalnya ada satu postingan, biasanya ada pendapat, oh iya bagus, dan kita menganggap memang bagus. Biasakan cerdas dalam digital literasi, gunakan smartphone anda untuk mencari data yang valid," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement