REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Tiga segmen ruas jalan berkonstruksi beton kokoh membentang di kilometer 13. Segmen itu saling tersambung satu sama lain, dengan total panjang 110 meter. Di bawahnya, empat tiang penyangga menopang bahu jalan yang dibangun setinggi 6 meter dari dasar tanah.
Kiri dan kanan bahu jalan diapit hamparan hijau pepohonan pegunungan. Jembatan itu membentang membelah kawasan hutan lindung Seulawah dan Ulu Masen menjadi dua sisi. Kawasan hutan ini menjadi rumah bagi berbagai macam satwa liar dilindungi, seperti gajah sumatra, harimau sumatra, dan orangutan sumatra.
Jembatan ini merupakan bagian dari proyek Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS), tepatnya ruas Tol Sigli-Banda Aceh (Sibanceh) dengan panjang 74,2 kilometer dan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN). Progres pengerjaan baru mencapai 70 persen. Nantinya, bagian atas jembatan ini menjadi ruas jalan tol Sibanceh yang akan dilalui kendaraan, tepatnya Seksi 1 Padang Tiji-Seulimuem, dengan panjang 25 kilometer.
Menariknya, bagian bawah jembatan diperuntukkan sebagai jalur perlintasan satwa liar, seperti gajah sumatra yang memiliki tubuh besar, sehingga jalur ini disebut sebagai terowongan gajah. "Bentuknya seperti jembatan biasanya, tetapi peruntukan di bawahnya saja untuk perlintasan gajah," kata Staf Pengendalian Pelaksanaan Ruas Tol Sigli-Banda Aceh Andi Darmawan.
Pembangunan ruas Tol Sibanceh dikerjakan PT Hutama Karya (Persero), yang dibagi dalam enam seksi, yaitu Seksi 1 Padang Tiji-Seuliemum (25 km), Seksi Seuliemum-Jantho (6 km), Seksi 3 Jantho-Indrapuri (16 km), Seksi 4 Indrapuri-Blang Bintang (14 km), Seksi 5 Blang Bintang-Kuta Baro (8 km), dan Seksi 6 Kuta Baro-Baitussalam (5,2 km).
Tiga dari enam seksi itu sudah beroperasi. Tersisa Seksi 1, Seksi 5, dan Seksi 6 yang masih dalam proses pengerjaan. Hutama Karya menargetkan semua seksi ruas tol Sibanceh rampung dikerjakan pada September 2023.
Pembangunan Seksi 1 akan menjadi yang terakhir rampung dibandingkan dibandingkan Seksi 5 dan 6. Seksi ini merupakan yang terpanjang, dengan ruas membelah hutan lindung kawasan Seulawah dan Ulu Masen, untuk menghubungkan Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie.
Kini, ratusan pekerja masih berjibaku menimbun, menghancurkan batu, dan membelah hutan lindung itu. Alat berat lalu lalang, turun dan naik bukit saat mengejar target penyelesaian hingga akhir tahun.
Dengan medan seperti itu, proses pembangunan seksi ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Berbeda dengan seksi lain, yang umumnya ruas jalan melintasi wilayah persawahan dan perkebunan penduduk. Pengerjaan ruas seksi 1 juga merujuk pada ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Permen LHK Nomor 23 Tahun 2019 tentang Jalan Strategis di Kawasan Hutan.
Andi menjelaskan sejak awal pembangunan, Hutama Karya telah berkoordinasi dengan para pihak, terutama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dan Dinas Lingkunan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh. "Karena kita di sini berada di lokasi hutan lindung, dan kebetulan di sini ada habitat gajah itu sendiri, jadi harus kita jaga. Tidak mungkin kita membelah hutannya sehingga habitat gajah terbagi dua sisi," kata Andi.
Kementerian PUPR melalui Hutama Karya yang mengerjakan proyek mengakomodasi permintaan dari Kementerian LHK, agar menyediakan aksesibilitas bagi satwa liar di kawasan hutan lindungi tersebut untuk tetap bisa beraktivitas di tengah pembangunan ruas Tol Sibanceh. Oleh karena itu lantas dibangun jalur perlintasan satwa liar, yang dibagi dalam tiga jenis hewan, yaitu jalur untuk hewan mamalia seperti gajah, hewan reptil, dan hewan jenis primata.
Terowongan perlintasan gajah sumatera dan satwa bertubuh besar lain berada di kilometer 13. Selanjutnya di kilometer 11 dan kilometer 12, terdapat jalur perlintasan di bagian atas ruas berupaya tali, lengkap dengan jaring pengaman yang dapat dilalui berbagai jenis hewan primata, termasuk orangutan. "Jadi ketika mereka jatuh maka tidak akan jatuh ke ruas jalan tol, tapi masih ada pengaman jaring-jaring itu. Posisi perlintasannya di bagian atas jalan tol," kata Andi.
Sementara untuk hewan reptil, Hutama Karya membangun sebanyak 14 titik terowongan yang didesain khusus. Bisa dialiri air, juga bisa dilintasi berbagai jenis hewan reptil. Terowongan khusus reptil tersebut dibangun bagian bawah jalan dengan ukuran lebar dan tinggi sekitar dua meter. Terowongan ini tersebar di beberapa titik, mulai dari kilometer 8 hingga kilometer 15.
Sesuai Ketentuan
Pembangunan ruas Tol Sibanceh di kawasan hutan lindung sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Kementerian LHK. Dengan perencanaan pembangunan yang tetap memberikan ruang gerak bagi satwa liar. Pembangunan jalur perlintasan memang menjadi permintaan Kementerian LHK kepada Kementerian PUPR agar aksesibilitas bagi satwa liar dilindungi di kawasan itu tetap beraktivitas dengan baik, tanpa terganggu dengan kehadiran Tol Sibanceh.
"Itu permintaan kita kepada Kementerian PUPR dan alhamdulillah sudah dipenuhi," kata Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto.
Pembangunan jalur perlintasan satwa liar memang telah direncanakan sejak awal perencanaan pembangunan. Negara mengamanatkan agar setiap sarana prasarana infrastruktur yang melintasi wilayah hutan lindung, maka harus diberikan ruang untuk pergerakan satwa liar.
Apalagi, ruas Tol Sibanceh Seksi 1 tersebut membelah kawasan hutan lindung Seulawah dan Ulu Masen, yang di dalamnya terdapat satwa liar dilindungi yang memang perlu dijaga kelestarian tengah gencar pembangunan infrastruktur. "Tol itu memecah lanskap Seulawah dan hutan Ulu Masen, yang kita ketahui memiliki satwa-satwa kunci seperti gajah, harimau, bahkan ada orangutan juga," ujar Agus.
Kawasan hutan Seulawah dan Ulu Masen memang menjadi daerah perlintasan satwa liar. Daerah ini memang kawasan konflik satwa, tapi tidak separah konflik satwa dan warga di daerah-daerah lain di Tanah Rencong.
Hutan kawasan Padang Tiji, Pidie dan Lamtamot, Lembah Seulawah, Aceh Besar menjadi rumah bagi puluhan ekor gajah. Area ini merupakan wilayah pergerakan kelompok gajah, yang terhubung hingga ke kawasan Mila, Pidie, yang juga merupakan daerah konflik gajah dan warga. Tentunya, setiap pergerakan kawanan hewan yang memiliki belalai itu dalam jumlah yang lebih dari satu ekor sehingga diharapkan kehadiran terowongan perlintasan gajah dan hewan lainnya di ruas tol Sibanceh ini bisa bermanfaat agar kelestarian satwa liar tetap terjaga.
Terowongan sekarang belum efektif karena masih proses pembangunan. Kalau bentuknya nanti seperti alur. Kalau sekarang belum nampak karena ada beberapa tempat ditimbun untuk membantu proses pembangunan, tapi nanti posisi itu akan dikembalikan seperti semula.
Selain itu, penentuan lokasi jalur perlintasan satwa juga tidak sembarangan. BKSDA menetapkan sesuai dengan data dan hasil riset, sekaligus informasi yang diterima dari pawang gajah (mahout) yang sering melakukan penanganan terhadap satwa liar.
Oleh karena itu, ada beberapa tempat atau titik terowongan yang ditentukan sebagai wilayah pergerakan, bukan hanya gajah, tapi juga harimau, rusa, atau satwa lainnya. "Jadi ini salah satu upaya menjaga keberlangsungan habitat satwa liar supaya terus berjalan," kata Agus, menegaskan.
>> Tanaman pakan
BKSDA Aceh juga bakal menanam berbagai jenis tanaman yang disukai gajah di sekitar terowongan. Tujuannya agar mamalia bertubuh besar itu tidak keluar dari lintasan yang telah tersedia. Apalagi menerobos ruas jalan tol.
"Contoh pakan satwa kalau di perkebunan macam-macam, seperti pinang. Jadi kalau lihat kebun masyarakat, gajah itu hampir suka semua, utamanya rumput-rumputan," ujar Agus.
Tidak hanya pakan, BKSDA Aceh juga bakal membuat pagar kejut listrik agar gajah tidak bergerak di luar kawasan. Termasuk, memasang kamera pengawas di ruas tol untuk memantau pergerakan hewan yang memiliki gading itu.
Kini, hanya dua ruas tol di Tanah Air yang memiliki terowongan gajah dan satwa lainnya, yaitu ruas tol Pekanbaru-Dumai tepatnya di kilometer 73 dan ruas Tol Sibanceh di Seksi 1 Padang Tiji-Seulimuem.
Kebijakan pemerintah dalam mengakomodasi jalur perlintasan satwa liar itu patut diapresiasi. Sebab, di samping gencar melakukan pembangunan infrastruktur menuju Indonesia maju, Pemerintah masih tetap memperhatikan keberlangsungan habitat yang hidup berdampingan. Pembangunan jalur perlintasan satwa liar tersebut juga menjadi salah satu upaya untuk menghindari terjadinya konflik satwa liar dengan penduduk yang kerap terjadi di tengah kerusakan hutan.