Jumat 27 Jan 2023 14:25 WIB

Dari 12.788 Hingga Hanya 923 Anak, Prevalansi Stunting Surabaya Jadi Terendah di Indonesia

Penurunan ekstrem prevalansi Stunting karena peran kampus dan kader Surabaya Hebat

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pencegahan stunting penting dilakukan sebelum anak lahir. (ilustrasi). Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Nanik Sukristina menyatakan, jumlah balita stunting di Surabaya menurun signifikan dari 12.788 anak pada 2020 menjadi 923 anak pada akhir 2022. Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kemenkes, prevalensi angka stunting di Surabaya menurun secara signifikan. Pada 2021 prevalensinya mencapai 28,9 persen, dan di 2022 berada di angka 4,8 persen.
Foto: www.freepik.com
Pencegahan stunting penting dilakukan sebelum anak lahir. (ilustrasi). Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Nanik Sukristina menyatakan, jumlah balita stunting di Surabaya menurun signifikan dari 12.788 anak pada 2020 menjadi 923 anak pada akhir 2022. Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kemenkes, prevalensi angka stunting di Surabaya menurun secara signifikan. Pada 2021 prevalensinya mencapai 28,9 persen, dan di 2022 berada di angka 4,8 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Nanik Sukristina menyatakan, jumlah balita stunting di Surabaya menurun signifikan dari 12.788 anak pada 2020 menjadi 923 anak pada akhir 2022. Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kemenkes, prevalensi angka stunting di Surabaya menurun secara signifikan. Pada 2021 prevalensinya mencapai 28,9 persen, dan di 2022 berada di angka 4,8 persen.

"Bukan hanya kerja keras perangkat daerah, kecamatan, dan kelurahan saja, tetapi juga melibatkan semua unsur. Mulai akademisi, perguruan tinggi, hingga para Kader Surabaya Hebat dan LSM," kata Nanik, Jumat (27/1/2023).

Nanik menjelaskan, data 923 balita stunting di Surabaya, ada 826 balita murni stunting dan 97 balita dengan penyakit komorbid. Menurut data SSGI Kemenkes, lanjut Nanik, prevalensi stunting Kota Surabaya terendah se-Jawa Timur (Jatim) bahkan se-Indonesia. 

Baca juga : Daerah Marak Rencanakan Perda Anti LGBT, Hartoyo Salahkan PKS

Berdasarkan persentase prevalensi stunting 2022, Indonesia ada di angka 21,6 persen, sedangkan di Jatim 19,2 persen. Sementara itu Surabaya, persentase prevalensinya menjadi yang paling rendah di antara kota/ kabupaten di seluruh Indonesia, yakni hanya 4,8 persen.

"Sampai dengan akhir Desember 2022, berada di angka 923 balita stunting. Di 2023, tentu menjadi perhatian kami agar balita di Surabaya mendapat intervensi supaya lekas lolos dari stunting. Mulai dari intervensi spesifik, maupun fisik," kata dia.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya, Tomi Ardiyanto mengatakan, capaian tersebut tidak membuat jajaran Pemkot Surabaya puas. Di 2023, kata dia, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan.

"Bukan hanya menargetkan Surabaya zero (nol kasus) stunting, akan tetapi pemkot juga berusaha keras terjadinya zero new (nol kasus baru) stunting," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement