Kamis 26 Jan 2023 02:28 WIB

Epidemiolog: Lindungi diri dengan booster kedua usai PPKM dicabut

Epidemiolog nilai vaksin booster kedua memang diperlukan.

Seorang perempuan menerima dosis kedua vaksin penguat COVID-19 pada kegiatan vaksinasi di Denpasar, Bali, Indonesia, 25 Januari 2023. Terhitung sejak 24 Januari 2023, Kementerian Kesehatan RI memulai program penguat vaksin COVID-19 kedua untuk masyarakat .
Foto: EPA-EFE/MADE NAGI
Seorang perempuan menerima dosis kedua vaksin penguat COVID-19 pada kegiatan vaksinasi di Denpasar, Bali, Indonesia, 25 Januari 2023. Terhitung sejak 24 Januari 2023, Kementerian Kesehatan RI memulai program penguat vaksin COVID-19 kedua untuk masyarakat .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan kebijakan pemberian vaksin booster kedua atau dosis keempat untuk masyarakat umum merupakan bentuk perlindungan usai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dicabut.

"Booster kedua juga dilandasi dengan kepentingan untuk memberikan proteksi lebih pada publik karena yang kita hadapi ini adalah subvarian baru dari Omicron yang efektif sekali menembus benteng antibodi," kata Dicky Budiman di Jakarta, Rabu.

Baca Juga

Dicky mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk membuat perencanaan yang efektif agar pemberian vaksin booster kedua bisa terlaksana dengan baik.

Ia mengatakan, vaksin booster kedua memang diperlukan karena sebagian dari masyarakat Indonesia rata-rata sudah lebih dari lima bulan sejak menerima booster pertama atau dosis ketiga.

Ia mengatakan, pemberian booster dosis kedua juga sebagai upaya penguatan perlindungan di tengah dicabutnya PPKM yang ditandai aktivitas sosial dan ekonomi di masyarakat sudah sangat longgar.

"Maka bekal vaksinasi booster ini menjadi sangat penting," katanya.

Dicky mengatakan pemberian vaksin dosis booster dosis kedua jangan sampai menghilangkan prinsip dari vaksinasi itu sendiri yang harus tetap prioritas pada kelompok rawan.

Ia mengatakan meskipun pada populasi umum vaksin booster dosis kedua sudah dibuka, tetapi kelompok rawan harus menjadi prioritas.

"Ini harus tetap dikejar bahkan harus proaktif, karena mereka yang paling berisiko. Kelompok rawan itu yang dari sisi kondisi tubuh seperti lansia, ibu hamil, atau dari sisi pekerjaan seperti pelayan publik, seperti tenaga kesehatan, itu harus dikejar dipastikan cakupannya tinggi di atas 90 persen," katanya.

Menurut Dicky, pemberian vaksin booster dosis kedua harus dilaksanakan secara merata di seluruh daerah. Sebab, kelompok rentan ada di semua daerah.

Dicky mengatakan pentingnya perencanaan yang efektif dan matang dalam pemberian vaksin booster dosis kedua.

"Hal ini untuk memastikan tidak ada kendala dalam distribusi vaksin, tidak ada kendala dalam ketersediaan sarana prasarana maupun SDM vaksinatornya," katanya.

Dicky mengajak peran dari masyarakat untuk aktif dalam membangun literasi positif tentang vaksin COVID-19.

"Ketika di satu keluarga ada kelompok rawan yang belum mendapat booster, ya, didorong untuk mau divaksin. Jadi peran keluarga, peran setiap masyarakat untuk memastikan bahwa orang di sekitarnya yang rawan itu untuk segera mendapatkan vaksin menjadi sangat penting," ujarnya.

Selain itu, peran pemerintah daerah juga penting dalam memberikan komunikasi dan penjelasan mengenai pentingnya vaksin booster dosis kedua. Termasuk menjelaskan manfaat dan menjawab informasi ataupun kabar-kabar yang tidak benar seputar program vaksinasi COVID-19.

"Ini tentu perlu juga peran dari masyarakat sipil, termasuk media dalam hal ini untuk menyampaikan ini pada publik bahwa vaksin ini jauh lebih penting, ada misalnya kasus-kasus efek samping, itu jauh lebih kecil kasusnya dibanding kalau terkena COVID-19, dan manfaat dari vaksin itu jauh lebih besar dari risikonya," katanya.*

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement