Sabtu 21 Jan 2023 07:18 WIB

Praktisi Hukum Ungkap Tiga Alasan Bharada Eliezer BIsa Divonis Lebih Ringan

Jaksa tegaskan bahwa tuntutan yang diajukan Bharada E sudah sesuai.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (21/11/2022).  Sidang perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah tersebut sempat ditunda selama sepekan saat pelaksanaan KTT G20 lalu, kini kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sebanyak 11 saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum diantaranya anggota Polri dan pegawai swasta.  Republika/Thoudy Badai
Foto:

Alasan lain yang dapat membuat terdakwa Richard dihukum lebih ringan, atau bahkan dilepas, terkait dengan kondisi psikologisnya saat melaksanakan perintah pembunuhan tersebut. “Fakta persidangan dijelaskan tentang kondisi terdakwa Bharada E yang menembak Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, karena berada di bawah tekanan, atau adanya daya paksa dari yang memberikan perintah. Dalam hal tersebut, adalah atasannya,” begitu sambung Boris.

Terkait itu, Pasal 48 KUH Pidana memastikan tak ada pidana bagi seseorang yang melakukan tindak pidana, namun berada dalam tekanan, atau pengaruh paksa orang lain.

Boris menerangkan, substansi Pasal 48 KUH Pidana tersebut menyangkut soal alasan pemaaf atas perbuatan pidana yang dilakukan seseorang. “Dalam hal ini terkait dengan sikap batin dari pelaku,” begitu kata Boris.

Menurut dia, seseorang hanya dapat dipidana jika memang ada niat jahat atau mens rea, atas perbuatannya (actus reus). Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Boris menilai, tak tampak bukti terdakwa Richard melakukan perbuatan menembak Brigadir J, atas dasar niat jahat. Melainkan perbuatan itu dilakukan karena paksaan, dan keterpaksaan.

“Jadi bila hakim berpendapat Bharada E melakukan penembakan karena berada di bawah tekanan, baik fisik maupun psikis, dan dilakukan karena daya paksa dari seseorang, dalam hal ini dalah terdakwa Ferdy Sambo, artinya sebenarnya, terdakwa Bharada E tidak ada niat jahat untuk merampas nyawa almarhum Brigadir J. Maka hakim dapat melepaskan, dan tidak memidanakan terdakwa Bharada E,” terang Boris menambahkan.

Terdakwa Richard dalam kasus pembunuhan Brigadir J dituntut penjara 12 tahun oleh JPU, Rabu (18/1). Tuntutan JPU tersebut mendapat kecaman dari publik karena dinilai terlalu tinggi. Melihat peran terdakwa Richard adalah sebagai terdakwa yang dinilai sebagai justice collaborator (JC) yang bekerjasama dengan penyidik, maupun persidangan, untuk menguak fakta kejadian yang sebenarnya. Tuntutan 12 tahun penjara tersebut, pun lebih tinggi dari tiga terdakwa lainnya, yakn Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal yang dituntut masing-masing 8 tahun penjara.

Namun tuntutan terhadap Richard itu lebih ringan dari tuntutan jaksa terhadap terdakwa Ferdy Sambo. JPU dalam tuntutan terhadap Ferdy Sambo meminta majelis hakim menghukum mantan Kadiv Propam Polri itu dengan hukuman pidana penjara seumur hidup. Namun kecaman publik atas tuntutan berat terhadap terdakwa Richard itu, mentah bagi jaksa.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejakgung) Fadil Zumhana mengatakan, tuntutan 12 tahun terhadap Richard itu terbilang ringan. Karena JPU, kata dia, menjadikan tuntutan seumur hidup terhadap Ferdy Sambo sebagai acuan.

Fadil mengatakan, tuntutan 12 tahun untuk terdakwa Richard itu, pun setelah timnya menerima rekomendasi keringanan tuntutan yang diajukan LPSK. LPSK dalam rekomendasinya meminta jaksa mempertimbangkan status Richard sebagai JC. “Kalau tidak ada rekomendasi dari LPSK, mungkin akan lebih dari itu (12 tahun). Tetapi kita sampaikan, tuntutan terhadap terdakwa RE (Richard Eliezer) itu lebih rendah dari terdakwa FS (Ferdy Sambo),” ujar Fadil di Gedung Jampidum-Kejakgung, Jakarta, Kamis (19/1).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement