Kamis 19 Jan 2023 13:15 WIB

Fenomena Pengemis Online, Sosiolog: Ngemis Kian Banyak Saingan

Fenomena ngemis online dilakukan konten kreator dengan mengeksploitasi diri sendiri.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Nora Azizah
Fenomena ngemis online dilakukan konten kreator dengan mengeksploitasi diri sendiri.
Foto: AP Photo/Tatan Syuflana
Fenomena ngemis online dilakukan konten kreator dengan mengeksploitasi diri sendiri.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Prof. Bagong Suyanto mengomentari fenomena 'pengemis online' di media sosial TikTok yang tengah menjadi sorotan. Kegiatan ngemis online dilakukan konten kreator dengan mengeksploitasi diri sendiri atau orang lain untuk mendapatkan hadiah.

Kegiatan yang disiarkan secara live tersebut mulai dari mandi lumpur, berendam di air kotor, hingga mengguyurkan diri dengan air dingin selama berjam-jam. Bagong mengatakan, substansi dari yang lakukan oleh pengemis tersebut tidaklah berbeda, yaitu meminta belas kasihan orang lain agar mendapatkan sesuatu.

Baca Juga

"Itu adalah bentuk kreativitas karena menghadapi situasi yang semakin kompetitif. Jadi mengemis ini tidak mudah, makin banyak saingan, sehingga mereka perlu berkreasi untuk mendapatkan belas kasihan masyarat," kata Bagong, Kamis (19/1/2023).

Bagong juga menyoroti fenomena kesenangan dari para penonton akibat melihat orang menderita. Dalam platform tersebut, masyarakat akan memberi lebih banyak kalau si pengemis semakin tersiksa, seperti mengguyur lebih banyak hingga berendam lebih lama.

Bagong mengecam adanya konten kreator yang mencoba mengeksploitasi orang tua mereka. Menurutnya, dibelakang layar pastinya banyak anak muda yang berperan, terutama dalam mengoperasikan media sosial tersebut.

"Itu yang harus ditangkap. Ini masuk kategori orang yang bukan karena terpaksa tapi justru dia mengeksploitasi penderitaan orang-orang yang tidak berdaya untuk memperkaya dirinya sendiri," ujar Dekan FISIP Unair tersebut.

Terkait fenomena tersebut, kata Bagong, pemerintah harus mampu melakukan perang wacana. Sebab, 'pengemis online' tidak bisa ditindak seperti halnya pengemis pada umumnya dengan bantuan Dinas Sosial atau Satpol PP. Bagong menegaskan, biar masyarakat yang akan menghakimi hal tersebut dengan cara tidak menyumbang atau tidak menonton konten dimaksud.

Bagong pun berpesan agar pemerintah dan masyarakat bertindak adil dan tidak menstigma negatif terhadap orang miskin. Sebab, banyak juga masyarakat miskin yang perlu bantuan sehingga terpaksa untuk mengemis. Penindakan keras justru perlu dilakukan kepada orang yang memanfaatkan masyarakat miskin untuk kekayaan pribadi.

"Ini harus dipilah, kita tidak bisa menghakimi semuanya salah, harus dilihat siapa yang melakukan karena dia butuh hidup, itu tidak masalah. Ini kan sama seperti artis yang membuka donasi terbuka, kan sama. Lah kenapa kalau artis tidak dikecam, orang miskin dikecam," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement