Sabtu 14 Jan 2023 07:44 WIB

Penghentian Liga 2, Dari Dugaan Tanda Tangan Palsu Hingga Manajemen yang Buruk

Penghentian Liga 2 disebut buntut Kanjuruhan, tapi pengamat menduga ini terkait KLB.

Rep: Fitriyanto/Reza Widodo/ Red: Teguh Firmansyah
Liga 2
Foto:

Sebelumnya dalam keputusan yang juga diunggah di akun resmi PSSI dijelaskan keputusan Rapat Komite Eksekutif (Exco) PSSI yang menghentikan kelanjutan Kompetisi Liga 2. 

"Rapat Komite Eksekutif (Exco) PSSI memutuskan untuk menghentikan kelanjutan Kompetisi Liga 2 musim 2022/2023. Kepastian ini diambil seusai rapat yang berlangsung di kantor PSSI, GBK Arena, Kamis (12/1)," tulis PSSI lewat kicauannya. 

Sempat beredar dua surat yang ditandatangani oleh sejumlah perwakilan klub Liga 2. Surat pertama disebutkan bahwa kelanjutan kompetisi Liga 2 Tahun 2022/2023 dapat dilangsungkan dengan sistem sentralise/bubble/terpusat dengan pembiayaan dan tanggung jawab penyelenggaraan pertandingan oleh PT. LIB. 

Kemudian, apabila tidak dapat dilakukan secara sistem tersebut, maka Owner Klub Liga 2 mengusulkan agar kelanjutan pelaksanaan kompetisi Liga 2 Tahun 2022/2023 untuk dipending/ditunda lebih dulu sampai Klub-klub siap untuk menggelar pertandingan.

Namun dalam surat kedua yang diubah redaksinya, disampaikan bahwa Liga 2 disimpulkan untuk disetop. Hal itu berdasarkan kesimpulan dari pemilik Liga 2 dan PT LIB.  Pertimbangan penghentian yakni kesulitan PSSI dalam mengelolan kompetisi sejak pandemi Covid-19 yang juga berdampak kepada finansial.

Klub peserta Liga 2 Indonesia, Deltras FC menerima keputusan PSSI yang menghentikan kompetisi Liga 2 2022/2023. CEO Deltras, Amir Burhanuddin menyampaikan, dalam owner meeting ada dua opsi yang ditawarkan. Pertama, opsi Liga 2 Indonesia tetap digelar dengan sistem bubble. Adapun kedua adalah opsi penundaan.

"Ternyata PSSI memilih menghentikan dibanding menggelar dengan sistem bubble. Itu sesuai surat PT Liga Indonesia Baru (LIB) karena kondisi cash flow tidak memungkinkan," kata Amir di Surabaya, Jumat (13/1).

Amir menjelaskan, penundaan ini buntut dari tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan pendukung Arema. Dimana, dalam perjalanannya ada perubahan aturan bahwa semua penyelenggaraan pertandingan kandang merupakan tanggung jawab penuh panitia pelaksana. Kemudian, security officer juga harus menyiapkan skema keamanan yang jelas.

 Kondisi tersebut, kata Amir, membuat banyak klub trauma karena takut akan dipenjara apabila pelaksanaan pertandingan tidak sesuai. Di sisi lain, sumber daya manusia (SDM) belum cukup dan perlu adanya transfer pengetahuan terkait ke-Panpel-an.

Sementara itu, Pengamat sepak bola, Akmal Marhali, menilai, langkah penghentian ini, menunjukan bagaiamana ketidakmampuan PSSI mengelola kompetisi sepak bola di dalam negeri. 

Saat Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Insiden Tragedi Kanjuruhan mengeluarkan rekomendasi untuk penghentian kompetisi, PSSI sempat mendorong agar kompetisi bisa segera bergulir.

"Nah, sekarang PSSI malah tidak bisa menjalankan Liga 2 dan Liga 2. Artinya, selama ini, yang membuat sepak bola kita tidak baik karena tata kelola kompetisi. Banyak yang tidak kompeten dalam mengelola kompetisi. Ini pula yang menjadi alasan sepak bola kita tidak bisa berprestasi di pentas internasional," ujar Akmal saat dihubungi Republika, Jumat (13/1/2023). 

Tidak hanya itu, keputusan ini, ujar Akmal, juga menandakan adanya kepentingan-kepentingan sesaat yang membuat sepak bola Indonesia semakin sulit untuk bisa berkembang dan meraih prestasi di kancah internasional.

Akmal memperkirakan, keputusan ini tidak terlepas dari persiapan menjelang gelaran Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI, yang bakal digelar dalam waktu dekat.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement