Senin 09 Jan 2023 08:32 WIB

Pertemuan Jokowi-Anwar Ibrahim Diharap Bahas Pungli Pengiriman PMI

Migrant Watch menemukan adanya pungli pengiriman PMI ke Malaysia.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Sejumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Sambas mengantre untuk menjalani pemeriksaan paspor menjelang diberangkatkan ke Malaysia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Aruk di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Selasa (18/10/2022).
Foto: ANTARA/Jessica Helena Wuysang
Sejumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Sambas mengantre untuk menjalani pemeriksaan paspor menjelang diberangkatkan ke Malaysia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Aruk di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Selasa (18/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (9/1/2023). Pertemyan dua kepala negara serumpun tersebut diharapkan membahas tentang pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia.

"PMI menaruh harapan besar pada pertemuan Perdana Menteri Anwar Ibrahim dengan Presiden Jokowi jika serius melakukan bersih-bersih untuk menyapu permainan kotor dalam kerja sama ketenagakerjaaan Indonesia-Malaysia. Saya tagih janji Dato Anwar yang menyatakan akan melakukan pembersihan, waktu teleponan dengan Jokowi," ujar Direktur Migrant Watch, Aznil Tan kepada media di Jakarta, Senin.

Aktivis 98 tersebut menilai, bukti permainan kotor dalam proses penempatan PMI yang diberlakukan oleh sebuah entitas bernama VIMA (Visa Malaysia Agency) adalah pengurusan visa dengan rujukan (VDR) dikenakan biaya tinggi. Aznil menganggap, hal itu sebagai bentuk punggutan liar (pungli).

"Banyak pembenahan dan pembersihan mesti dilakukan dalam kerjasama ketenagakerjaaan antara Indonesia dan Malaysia ini agar berjalan baik. Yang pertama sekali ada di depan mata adalah pengurusan VDR bagi PMI yang dikenakan biaya Rp 1.115.600 oleh sebuah sebuah agensi bernama VIMA. Itu pungli karena melanggar MoU Pasal 11 ayat 2," kata Aznil menegaskan.

Menurut dia, dalam nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah Indonesia-Malaysia tentang penempatan PMI, Pasal 11 ayat 2, menjelaskan, setiap biaya yang timbul akibat penerapan kebijaksanaan, hukum, peraturan dari pemerintah malaysia akan menjadi beban pihak pekerja dan dibayar penuh di wilayah hukum Malaysia.

Aturan tersebut diteken Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah dan Menteri Sumber Manusia Malaysia, serta disaksikan oleh Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malaysia pada 1 April 2022.

"Dalam MoU dinyatakan bahwa biaya-biaya yang ditimbulkan dalam kerja sama ketenagakerjaaan migran Indonesia-Malaysia akan menjadi beban pihak employer dan dibayar penuh di wilayah hukum Malaysia. Namun faktanya dipunggut di Indonesia dan dibebankan kepada PMI. Ini semestinya harus diberantas dan VIMA ini mesti ditangkap," katanya tegas.

Sebelumnya, PMI untuk mengurus visa di Kedubes Malaysia di Jakarta dan konsulat dengan total biaya 15 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 53 ribu. Faktanya, di lapangan PMI harus membayar lagi senilai Rp 1,115 juta.

"Ada pembengkakan biaya yang berlipat-lipat ganda, hingga hampir 23 kali lipat, untuk pengurusan visa yang sebelumnya hanya Rp 50 ribu menjadi Rp 1.115.600. Ini bancakan yang sangat biadab dilakukan oleh agensi VIMA. Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Anwar Ibrahim harus tahu ini, bahwa ada praktkik menghisap darah PMI," kata Aznil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement