REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga prihatin atas terjadinya perundungan terhadap anak usia 13 tahun yang dilakukan oleh teman seangkatannya di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Bintang menyebut fokus perhatian saat ini pendampingan dan perlindungan korban, serta proses hukum yang adil. Ia menegaskan kekerasan seperti ini tidak boleh terjadi, khususnya di lingkungan sekolah berasrama, dimana anak tidak hanya datang ke sekolah untuk belajar, namun juga tinggal di asrama.
"Pihak sekolah diharapkan dapat melakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya hal – hal seperti ini, karena bullying banyak mengakibatkan efek negatif pada anak," kata Bintang dalam keterangannya pada Kamis (5/1/2023).
Berdasarkan laporan, korban DF (13 tahun) mengalami kekerasan yang dilakukan oleh KR (13) pada 26 November 2022. Saat itu, korban mengalami luka di kepala, lebam di pinggang bagian belakang, hingga patah tulang hidung.
Mendapati anaknya mengalami luka-luka akibat dirundung temannya, ibu korban yang pada hari itu sedang mengunjungi korban lantas menelepon ayah korban. Korban lalu dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang untuk dilakukan visum dan penanganan medis terhadap luka-luka korban.
"Pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah berasrama menjadi penting untuk segera dilakukan," ujar Bintang.
Bintang menyebut pendampingan psikologis awal telah diberikan oleh UPTD PPA Kabupaten Malang bersama psikolog. Pendampingan psikologis ini bertujuan mengassesment kondisi trauma yang dialami, serta memberikan support psikologis kepada korban dan keluarganya terkait kejadian yang telah dialami, juga proses yang akan dihadapi nantinya.
"Perkembangan medis dan psikologi korban akan terus dipantau, karena korban sangat trauma dengan kejadian tersebut," tutur Bintang.
Selain pendampingan psikologis, UPTD PPA juga telah melakukan pendampingan mediasi di Polres Malang pada 2 Januari 2023. Berdasarkan hasil mediasi tersebut, orang tua korban tidak mau dilakukan diversi dan tetap mau melanjutkan proses hukum. Meskipun demikian, upaya diversi masih dapat dilakukan di tingkat penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
"Kami harapkan agar Aparat Penegak Hukum (APH) dapat memproses jalannya kasus ini secara tegas dan adil dengan tetap memperhatikan hak anak yang berhadapan dengan hukum," sebut Bintang.