Selasa 03 Jan 2023 20:55 WIB

Muhammadiyah Tegaskan Pemilu 14 Februari 2024 Harga Mati, Jauhkan Wacana Ditunda

Muhammadiyah mengingatkan agar tidak lagi ada wacana penundaan Pemilu 2024

Rep: Febrianto Adi Saputro / Red: Nashih Nashrullah
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menerima kedatangan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (3/1/2022).Muhammadiyah mengingatkan agar tidak lagi ada wacana penundaan Pemilu 2024
Foto: Republika/Febryan. A
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menerima kedatangan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (3/1/2022).Muhammadiyah mengingatkan agar tidak lagi ada wacana penundaan Pemilu 2024

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, mengingatkan komitmen penyelenggaraan pemilu sesuai jadwal yang ditentukan konstitusi.

"Satu, sesuai dengan komitmen, kesepakatan dan keputusan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu bahwa Pemilu 2024 dilaksanakan 14 Februari 2024, tanpa perubahan apapun. Istilah sekum PP Muhammadiyah adalah Pemilu harga mati," kata Haedar saat menerima silaturahim komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (3/1/2022). 

Baca Juga

Dia melanjutkan, artinya KPU menjamin berdasarkan konstitusi juga di mana dalam pandangan KPU tadi selain luber jurdil, dilaksanakan lima tahun sekali. 

“Itu sesuai UUD 1945. Artinya selesai dan tidak perlu lagi mengambangkan wacana-wacana yang tidak perlu," imbuhnya.

Hal kedua, Muhammadiyah berharap selain pemilu luber jurdil dan pasti lima tahun, juga ada suasana nyaman, aman, gembira dan berkualitas (proses hingga hasilnya). 

Gembira itu, menurut dia, agar ketika masuk ke bilik suara termasuk sebelumnya juga tidak saling bersitegang, berhadap-hadapan tetapi nikmati sebagai sebuah kontestasi yang mengeluarga. "Nah itu kita ciptakan bersama," ujarnya.

Kemudian yang ketiga, Haedar menuturkan sesuai dengan amanat muktamar, sambil menunggu ketetapan dari MK, dia berharap tidak lagi ada pembelahan politik. 

Dia mengimbau agar KPU, Muhammadiyah, Parpol, pemerintah, dan berbagai komponen bangsa, termasuk media bersama-sama untuk tidak menciptakan pembelahan politik.

"Maka pastikan pemilu itu juga tidak lagi menciptakan kondisi untuk pembelahan bangsa. Termasuk himbauan kami kepada seluruh elite di negeri tercinta ini karena elit adalah teladan bangsa," tuturnya.

Baca juga: Nasib Tragis Pendeta Saifuddin Ibrahim Penista Alquran, Jadi Pemulung di Amerika Serikat?

Terakhir, Haedar berharap ada kesadaran kolektif bahwa pemilu adalah ajang untuk membangun persatuan bangsa, membangun kemajuan. 

Pemilu harus menjadi titik di mana berdemokrasi itu betul-betul bukan hanya memperebutkan kursi. Tetapi ada hikmah kebijaksanaan.

Siapapun nanti yang menang dan menduduki posisi di pemerintahan dan legislatif, menurut Haedar, itu amanat terbesar dan terberat, bukan sesuatu yang harus dirayakan dengan pesta pora, tetapi sebagai tanggung jawab yang luhur tapi berat. 

"Begitu juga jika nanti tidak memperoleh kesempatan atau kekuasaan posisi kursi, juga dengan lega hati untuk tetap berkhidmat untuk bangsa dan negara. Nah jika itu terlaksana tentu jadi hal yang kondusif," imbuhnya.

Haedar juga berharap kejadian memilukan yang mencoreng gelaran pemilu tidak terulang lagi.

"Dan kami juga berharap pengalaman yang lalu 894 petugas KPPU yang meninggal tidak perlu terulang lagi, maka seluruh pihak perlu saling membantu dan tentu Muhammadiyah juga akan ikut membantu agar pelaksanaan pemilu ini dapat berjalan dengan baik, " tegasnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement