Senin 02 Jan 2023 11:31 WIB

'Pencabutan PPKM yang Terburu-buru Justru Rawan Sekali'

Epidemiolog sebut pencabutan PPKM yang terburu-buru justru rawan sekali.

Rep: RR Laeny Sulistyawaty/ Red: Bilal Ramadhan
Warga berfoto di Anjungan Halte Bundaran HI saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Epidemiolog sebut pencabutan PPKM yang terburu-buru justru rawan sekali.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga berfoto di Anjungan Halte Bundaran HI saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Epidemiolog sebut pencabutan PPKM yang terburu-buru justru rawan sekali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, khawatir peningkatan kasus Covid-19 subvarian XBB di Indonesia usai perayaan Tahun Baru 2023. Subvarian XBB dan BQ.1 menjadi subvarian yang harus diwaspadai. Dicky menjelaskan, yang dunia amati adalah XBB yang saat ini menjadi pemicu meningkatnya kasus Covid-19.

"Mereka terinfeksi (XBB) meski sudah menerima vaksin Covid-19 dosis penguat (booster) sekalipun, terutama pada kelompok lanjut usia, penyakit penyerta (komorbid), dan yang berkali-kali terinfeksi. XBB dan BQ.1 menjadi dua subvarian yang harus diwaspadai," ujarnya saat dihubungi Republika.

Baca Juga

Kedua subvarian ini, dia menambahkan, bahkan varian baru dari Cina yang mengalami krisis infeksi yang begitu masif, juga bisa terjadi di Indonesia. Ia menambahkan, Indonesia harus menunggu satu sampai dua bulan ke depan untuk mengetahuinya.

Tak hanya itu, Dicky mengingatkan omikron BF.7 juga tidak bisa dianggap enteng walaupun modal imunitas saat ini memadai. Kendati demikian, dia melanjutkan, tanpa adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan pengganti PPKM di masyarakat maka akibatnya, akan membuat virus ini menyasar kelompok yang rawan. Setidaknya membuat beberapa kasus infeksi Covid-19 bisa buruk. 

"Tetapi sekali lagi, yang saya khawatirkan dengan tiadanya pengganti PPKM dan pencabutan yang buru-buru, membuat kita cenderung lemah dan rawan sekali terjadi beredarnya subvarian omikron di Indonesia," ujarnya. 

Ia menjelaskan, PPKM adalah strategi mengendalikan satu pandemi. Dalam pelaksanaan kegiatan PPKM, dia menambahkan, sejatinya PPKM mengikuti strategi public health social measures, yang bukan hal baru dalam sejarah global, melainkan dijadikan pedoman dan guideline organisasi kesehatan dunia PBB (WHO).

Ia menjelaskan, rujukan PPKM secara saintifik adalah public health social measures (PHSM) dari WHO, yaitu upaya individu, seperti masker dan cuci tangan; lingkungan seperti masker, disinfeksi atau sirkulasi ventilasi udara, sanitasi, surveillans. Kemudian, menjaga jarak sosial; juga ada pembatasan internasional, bagaimana di pintu masuk dan ada juga biological measure seperti vaksin. 

"Kemudian, ketika satu negara melepaskan PHSM, padahal sebenarnya rujukan ini tidak hanya dibutuhkan saat krisis melainkan juga saat transisi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement