Kamis 29 Dec 2022 18:35 WIB

Maju-Mundur Penerapan Kurikulum Merdeka

DPR dan Pemerintah sepakat Kurikulum Merdeka belum wajib diterapkan di sekolah.

Siswa-siswi nampak belajar menyusun balok-balok di dalam kelas pada hari pertama masuk sekolah di TK Inklusi Bhakti Siwi, Sunter Jaya, Jakarta, Senin (18/7/2022). DPR dan Pemerintah belakangan menyepakati bahwa Kurikulum Merdeka belum wajib untuk diterapkan di sekolah-sekolah. (ilustrasi)
Foto:

Pada awal bulan lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, mengklaim semakin meluasnya penggunaan Kurikulum Merdeka. Di mana, pada 2022 setidaknya sudah ada 144 ribu lebih sekolah yang mendaftarkan diri untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.

"Untuk implementasi Kurikulum Merdeka ini angka yang cukup dahsyat 144.561 sekolah sudah terdaftar untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka," ujar Nadiem dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (10/11/2022).

Nadiem menyatakan, pemerintah tidak pernah melakukan pemaksaan terhadap ratusan ribu sekolah tersebut untuk menerapkan Kurikulum Merdeka. Menurut dia, apa yang sekolah-sekolah itu lakukan adalah bentuk kesukarelaan mereka untuk menuju perubahan yang lebih baik ke depan.

"Ini adalah voluntary, kecepatan keinginan perubahan yang ternyata luar biasa," kata Nadiem.

Nadiem mengaku terkejut atas percepatan satuan pendidikan yang ingin mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Sebab, kata Nadiem, ternyata ada banyak sekolah yang ingin bertransformasi dan melaksanakan kurikulum yang baru yang lebih fleksibel.

"Dan sampai saat ini juga sudah ada 1,8 juta lebih pendidik dan tenaga kependidikan untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka," kata dia.

 

 

Pengamat dan Pemerhati Pendidikan Ki Darmaningtyas, menilai Kurikulum Merdeka tidak selalu cocok dengan wilayah Indonesia yang beragam secara geografis dan sosiokulturnya.

 

“Seharusnya ini juga menjadi pertimbangan kemendikbudristek, yang kurikulum ini tidak menjawab persoalan esensial yang tengah dihadapi oleh pendidikan Indonesia yaitu kurangnya guru PNS, dengan analogi sakit perut yang diobati dengan obat sakit kepala,” kata  Ki Darmaningtyas, Sabtu (12/10/2022).

Pendiri gerakan sosial Sekolah Menyenangkan, Nur Rizal,  juga sepakat bahwa prinsipnya esensi sebuah pembelajaran bermakna itu didasari oleh kemampuan guru untuk mengisnpirasi peserta didik untuk memiliki softskill yang dibutuhkan dalam kehidupannya. Setidaknya, seperti percayaan diri dan berimajinasi bukan pada kurikulumnya.

Sehingga yang lebih esensial adalah pelatihan pengembangan SDM guru agar mampu membelajarkan siswa dengan lebih bermakna dan memiliki kemampuan tersebut.

"Sekolah penggerak semakin menguatkan kastanisasi pendidikan yang seharusnya tidak terjadi karena seharusnya semua sekolah adalah sekolah penggerak, apalagi berkaitan dengan anggaran pendidikan.,” ungkap dia.

 

photo
Guru PPPK Ilustrasi - (republika/mardiah)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement