Rabu 28 Dec 2022 14:14 WIB

Wacana Pengenaan Biaya ke Pasien Covid-19 Tuai Kritik

Pemerintah diingatkan status bencana nasional non-alam masih berlaku.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Ilham Tirta
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati.
Foto: doc ist
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah wacanakan penghentian pembiayaan perawatan pasien Covid-19. Mulai dari biaya untuk vaksinasi Covid-19, pemangkasan insentif tenaga kesehatan sampai penghapusan klaim biaya pengobatan pasien Covid-19.

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Kurniasih Mufidayati mengatakan, kebijakan itu akan menambah beban masyarakat karena pembiayaan akan dikenakan kepada pasien. Ia mengingatkan, saat ini status bencana nasional non-alam masih berlaku.

Baca Juga

Maka itu, semua kebijakan penanganan bencana semestinya tidak dibebankan ke masyarakat. Sedangkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang berwenang menetapkan sebuah pandemi menjadi endemi masih belum mencabut status pandemi Covid-19.

"Jangan lagi menambah beban rakyat 2023. Setelah tahun ini rakyat dibebani kenaikan harga BBM subsidi dan tekanan ekonomi yang baru menuju kebangkitan," kata Kurniasih, Rabu (28/12/2022).

Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya memutuskan batas berlaku dasar perundangan tentang status bencana non-alam pandemi Covid-19 sampai akhir 2022. Sehingga, pemerintah perlu menjelaskan status bencana nasional non-alam terkait pandemi.

Untuk itu, ia meminta pemerintah menetapkan dulu apakah status bencana non-alam pandemi Covid-19 di Indonesia dinyatakan selesai atau tidak. Ia merasa, jika masih berlaku namun menghilangkan kewajiban menanggung biaya, tentu tidak bijak.

Kurniasih menegaskan, selama status bencana nasional non-alam masih ditetapkan, maka pemerintah perlu menanggung semua biaya perawatan. Termasuk, untuk biaya vaksinasi, insentif tenaga kesehatan, dan biaya obat-obatan pasien Covid-19.

Sesuai amanat UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah masih harus bertanggung jawab terhadap proses penanggulangan bencana nasional non-alam tersebut. Jadi, tidak boleh melepas tanggung jawab atas nama efisiensi.

Selain itu, pemerintah perlu mengacu kepada WHO dan menerapkan science based evidence untuk parameter meneruskan atau mencabut status bencana nasional pandemi Covid-19 di Indonesia, sehingga tidak semata faktor keuangan. "Sebagaimana dulu pada awal-awal pandemi kita gagap karena terus mementingkan ekonomi dibandingkan kesehatan," ujar Kurniasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement