Sabtu 24 Dec 2022 21:22 WIB

Investasi, Pilih yang Tepat Agar tak Tersesat

Masyarakat harus didorong rajin bertanya agar investasinya tidak tersesat.

Ilustrasi Pertumbuhan Investasi
Foto: Pixabay
Ilustrasi Pertumbuhan Investasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nuski Ibrahim, Otoritas Jasa Keuangan

Malu bertanya sesat di jalan. Slogan lama ini tampaknya cocok digunakan masyarakat sebelum melakukan investasi di sektor keuangan mengingat tingginya jumlah penipuan berkedok investasi yang beredar di lini masa saat ini. Masyarakat harus didorong rajin bertanya agar investasinya tidak sesat.

Beberapa tahun terakhir, praktik penipuan berkedok investasi atau sering disebut investasi bodong yang merugikan masyarakat terus bermunculan. Sejak 2017 hingga Oktober 2022 Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan 1.174 entitas yang melakukan penawaran investasi tanpa izin.

SWI mencatat nilai kerugian masyarakat akibat investasi bodong sejak 2018-2022 mencapai Rp123,5 triliun. Maraknya kasus investasi bodong ini perlu menjadi sebuah alert bagi masyarakat yang ingin berinvestasi.

Besarnya nilai korban investasi bodong ini, sepertinya sejalan dengan tingginya tren masyarakat untuk berinvestasi di sektor keuangan. Data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor pasar modal di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Tahun 2019 berjumlah sekitar 2,5 juta, pada 03 November 2022 menembus 10 juta.

Hal tersebut menjadi sebuah kabar baik yang menandakan meningkatnya kesadaran masyarakat di Indonesia untuk berinvestasi. Banyak orang berinvestasi demi mendapatkan keuntungan atau passive income. Namun, tidak dapat dipungkiri juga tidak sedikit masyarakat yang terjebak dalam investasi bodong.

Masih teringat jelas di benak kita, ada sebuah kasus investasi bodong yang heboh di Indonesia yaitu penipuan berkedok judi online menggunakan platform trading binary option Binomo dengan tersangka crazy rich Medan inisial IK yang juga berprofesi sebagai influencer. Selain itu, pada November 2022 terdapat kejadian kasus penipuan investasi yang menimpa kalangan mahasiwa sebuah universitas di Bogor.

Ketua SWI Tongam L. Tobing mengungkapkan kasus di kalangan mahasiswa di Bogor itu merupakan kasus penipuan berkedok kerja sama usaha penjualan online dengan komisi 10 persen per transaksi. Mahasiswa diminta untuk meminjam dari perusahaan pembiayaan. Uang hasil pinjaman tersebut masuk ke pelaku, tapi tidak ada barang yang diserahkan ke pembeli (fiktif). Mahasiswa tertarik untuk ikut berinvestasi karena pelaku berjanji akan membayar cicilan utang dari pemberi pinjaman tersebut.

Dalam perkembangannya, pelaku tidak memenuhi janjinya untuk membayar cicilan utang, sehingga tenaga penagih melakukan penagihan kepada mahasiswa sebagai peminjam. Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa investasi bodong bisa menjerat siapa saja, bukan hanya masyarakat biasa namun juga kalangan akademisi.

Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang dilakukan OJK menunjukkan secara nasional indeks literasi keuangan mencapai 49,68 persen dan inklusi keuangan mencapai 85,10 persen. Selain itu, tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan berdasarkan Pendidikan di antaranya Sekolah Menengah Atas (SMA) literasi 52,88 persen dan inklusi 90,46 persen, serta Perguruan Tinggi literasi 62,42 persen, dan inklusi 96,51 persen. Tingkat inklusi yang tinggi dengan literasi yang lebih rendah menunjukkan besarnya gap atau jarak antara masyarakat yang memiliki akses ke produk dan jasa keuangan dengan pemahaman menegnai manfaat dan risikonya.

SWI menyampaikan beberapa ciri investasi bodong. Pertama, menawarkan keuntungan tinggi (tidak wajar) dalam waktu singkat. Iming-iming ini sering digunakan untuk menjerat korbannya. Kedua, member get member. Setelah bergabung, biasanya anda akan ditugaskan untuk mencari member baru, dan bila berhasil merekrut akan mendapatkan bonus. Ketiga, memanfaatkan publik figure/influencer/tokoh masyarakat/tokoh agama untuk menarik investasi.  Keempat, klaim tanpa risiko. Dan kelima legalitas tidak jelas.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan agar terhindar dari investasi bodong? Pertama, ingat selalu 2L yaitu Legal dan Logis. Legal maksudnya cek legalitas/perizinan perusahaan maupun produk yang ditawarkan. Logis artinya memahami rasionalitas imbal hasil/keuntungan yang ditawarkan. Untuk menghindari penipuan, pilihlah investasi yang memberikan keuntungan secara wajar.

Kedua, cari tahu dan pahami. Sebelum berinvestasi, cari tahu detail tentang produk investasi yang ditawarkan, sistem yang berlaku, alokasi dana yang diperlukan, profit yang didapatkan, serta risikonya. Bila perlu lakukan konsultasi dengan orang yang lebih paham mengenai investasi.

Ketiga adalah cermat. Prinsip investasi adalah High Risk High Return, artinya risiko kerugian sebanding dengan hasil yang diharapkan. Sehingga, jangan mudah tergiur dengan tawaran investasi yang berlebihan, jangan terburu-buru dan harus cermat. Keempat, belajar pengelolaan keuangan. Pahami kondisi keuangan, pertimbangkan kebutuhan dan keinginan, tetapkan tujuan finansial dan jangka waktunya, gunakan uang dingin, dan berinvestasi sesuai dengan tujuan utama.

Kelima, kenali risiko investasi. Berinvestasi tentu memiliki risiko. Kenali profil risiko terlebih dulu, apakah konservatif, moderat atau agresif. Profil risiko dapat melindungi diri dari salah pilih jenis investasi yang mungkin mengakibatkan kerugian di kemudian hari.

Untuk melindungi masyarakat agar tidak tersesat menjadi korban penipuan berkedok investasi, OJK sudah menyediakan saluran komunikasi masyarakat untuk bertanya dengan mudah sebelum melakukan investasi yaitu melalui Kontak OJK 157 atau melalui whatsapp 081157157157. OJK juga membuka Kontak Layanan Masyarakat di setiap kantor OJK di daerah. Masyarakat hadir ke kantor OJK atau bertanya dan melakukan pengaduan ke nomer Kontak OJK itu agar tidak tersesat dan mendapatkan manfaat dari investasinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement