Jumat 16 Dec 2022 19:27 WIB

UIN Jakarta Harus Siap Hadapi Revolusi Pendidikan 5.0

UIN Jakarta harus merespon kebutuhan zaman.

Guru Besar  UIN Syahid Jakarta, Prof Kusmana mengatakan UIN Jakarta harus siap menghadapi revolusi pendidikan 5.0.
Foto: istimewa/tangkapan layar
Guru Besar UIN Syahid Jakarta, Prof Kusmana mengatakan UIN Jakarta harus siap menghadapi revolusi pendidikan 5.0.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perguruan Tinggi Islam Negeri seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tak boleh asyik dan nyaman dengan apa yang sudah berjalan selama ini. Harus ada terobosan cerdas yang sesuai dengan tuntutan zamannya, terutama dalam menghadapi era revolusi pendidikan 5.0.

Demikian disampaikan Guru Besar  UIN Syahid Jakarta, Prof. Kusmana PhD merespon tentang besar dan beratnya tantangan dunia pendidikan ke depan. Utamanya perguruan tinggi yang berlabel keagamaan seperti UIN agar bukan saja survive tapi juga unggul karena mampu memenuhi kebutuhan zamannya.

Guru Besar Ilmu Tafsir itu mencontohkan, bagaimana terobosan yang dilakukan pada saat Prof Harun Nasution menjadi Rektor IAIN Syahid Jakarta. Dengan spirit pembaruannya, dia ubah citra IAIN yang semula lebih sebagai lembaga dakwah menjadi lebih bercorak akademik. Sehingga, muncul adagium terkenal, IAIN sebagai “Kampus Pembaruan” dengan ikon yang terkenal juga, sebagai laboratorium pemikiran Islam kritis-rasional.

Selanjutnya, kata Kusmana, respon cerdas terhadap kebutuhan zamannya juga terjadi pada masa IAIN yang kemudian berubah menjadi UIN Syahid dipimpin Prof Azyumardi Azra. IAIN yang semula dianggap kampus ‘pinggiran’ berubah cepat menjadi kampus ‘modern’ karena, antara lain,  sudah mulai mengakomodir lahirnya fakultas umum seperti kedokteran.

“Dari hasil godokan kampus yang seperti itulah, pada saatnya semua orang mengakui, kampus yang semula bernama IAIN dan berubah menjadi UIN itu telah melahirkan banyak pemikir besar Islam yang multi-skill dan multi peran. Para alumni nya kini tersebar di hampir semua bidang dan  lintas institusi, yang tak selalu ‘berwarna’ Islam,” kata Kusmana, dalam siaran pers, Jumat (16/12/2022).

Dalam kontek itulah, Kusmana mengajak para stakeholder  untuk mengarahkan semua energi positifnya untuk membawa UIN Jakarta khususnya, lebih maju lagi. Kalau tidak segera direspon tuntutan dan kebutuhan tersebut, Kusmana khawatir UIN bukan saja merosot citranya, tapi juga ditinggalkan zamannya.

Untuk kebutuhan tersebut, Kusmana mengusulkan beberapa pemikiran kritisnya. Menurut dia, setidaknya ada empat aspek yang wajib diperhatikan. Pertama, peningkatan SDM, terutama berkenaan dengan penataan dan penguatan dosen, tenaga administrasi, dan civitas akademika.

Yang Kedua, lanjut dia,  melakukan penataan dan penguatan mekanisme kerja, serta unit usaha. Dan yang Ketiga, memenuhi kebutuhan akademik yang menyangkut peningkatan dan penguatan status jurnal ilmiah terakreditasi unggul dan peningkatan peran PTKIN. Terakhir, yang Keempat, administrasi yang berkaitan dengan penyempurnaan peta jabatan, Analisis Jabatan (Anjab), ABK (Analisis Beban Kerja) berdasarkan struktur baru.  

Dalam penilaianya, selama ini,  UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masih menghadapi masalah belum kuatnya dukungan secara maksimal terhadap praktik manajemen yang ada, terutama dalam upaya mewujdukan  mimpi lembaga menjadi salah satu perguruan tinggi unggul yang bercirikan Islam, dan direkognisi global. Selain itu, bidang perbaikan dalam aspek tata kelola masih sangat memerlukan perhatian serius. 

Kusmana berpedapat, Masalah yang dihadapi UIN Jakarta saat ini laksana “mengukir di atas air.” Ukiran apa pun yang dibuat di atasnya, akan mudah hilang: menguap ditelan waktu. Artinya, program kegiatan apa pun digelar di atas tata kelola yang tidak efektif, maka UIN Jakarta akan menghadapi persoalan keberlanjutan program tersebut, karena kurang topangan budaya kerja dan manajemen yang mendukungnya. 

“Ya, secanggih apa pun program kegiatan selama tata-kelolanya masih “konservatif” tak akan berbuah menjadi jejak karya yang terus berkembang, menghilang seiring dengan proyek program tersebut selesai. Padahal, arah perkembangan pergurungan tinggi sekarang menuntut pada penyelenggaraan pendiikan tinggi berkualitas dan unggul,” ungkapnya. 

Masalah yang tak kalah serius, lanjut dia, terkait dengan  tantangan Implementasi Kebijakan Nasional terkait  Reformasi Birokrasi  (PMA No 43, 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja UIN Jakarta: Proporsionalitas, Efektivitas, dan Efesisensi) Revisi Ketiga, PMA No 6 2013. Tantangan itu beririsan dengan fragmentasi struktur organisasi, disproporsi beban kerja, disfungsi tata laksana, distorsi kebijakan kepegawaian, dan inkompetensi Sumber Daya Manusia.

Terkait hal itu, menurut Kusmana, dibutuhkan pola khusus untuk menghadapainya, yaitu: penerjemahan kebijakan baru sesuai tuntutan objektif organisasi—terutama pada nomenklatur jabatan fungsional yang diperlukan untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, dan strategi; Penataan tugas dan fungsi unit kerja organisasi; Penetapan spesifikasi dan rumusan beban kerja; Penyusunan alur proses bisnis/kerja; Harmonisasi regulasi kepegawaian; dan Seleksi terbuka serta penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia.

Apalagi, kata Kusmana, pada Era Disrupsi sekarang ini, perkembangan teknologi digital dengan artifisial intelijen (AI) yang mengubah data menjadi informasi, telah membuat orang dengan mudah dan murah memerolehnya. Perubahan ini berpengaruh pada tata kerja perguruan tinggi sebagai salah satu sumber kemudahan tersebut, termasuk perubahan dalam tata cara belajar dan mengajar. 

Kusmana menegaskan, dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan tersebut, dunia perguruan tinggi pada masa kini perlu melakukan penataan agar tetap mampu menjalankan berbagai perannya, yaitu pendidikan dan pengajaran, pengembangan, serta penyemaian untuk menjadi khazanah ilmu bagi masyarakat dan membantu masyarakat memanfaatkan karya pengembangnya.

Termasuk, lanjut dia, dampak dari Revolusi Industri 4.0 dan digitalisasi yang menyebabkan 23 juta pekerjaan tergantikan oleh automasi (menjangkau segala pekerjaan rutin). Meski begitu, kondisi ini juga melahirkan 27 juta hingga 46 juta pekerjaan baru yang membutuhkan tenaga kerja. Tantangannya adalah, bagaimana menyiapkan para sarjana agar bisa menangkap peluang pekerjaan baru yang ada dengan menyiapkan kualitas lulusan tersebut, sesuai dengan apa yang dibutuhkan dunia kerja pada masa mendatang. 

Menurut Kusmana, ada tiga strategi yang bisa diterapkan UIN Syarif HIdayatullah Jakarta untuk meningkatkan kompetensi dan penyerapan lulusan di dunia kerja. Pertama, kampus merdeka. Kedua, menghubungkan, mencocokkan dan membangun kemitraan dengan industri. Ketiga, kemitraan dengan universitas kelas dunia dan diaspora. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement