Jumat 09 Dec 2022 16:02 WIB

Ambisi RI Jadi Produsen Besar Baterai Kendaraan Listrik tak Bisa Cuma Bermodal Nikel

Dalam memproduksi baterai kendaraan listrik dibutuhkan juga logam seperti lithium.

Seorang karyawan berjalan di areal pabrik salah satu perusahaan smelter nikel di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Sabtu (26/11/2022). Indonesia berambisi menjadi produsen besar baterai kendaraan listrik pada masa depan dengan modal utama cadangan nikel yang melimpah di Tanah Air. (ilustrasi)
Foto:

Saat memberikan keynote speech di B20 Summit Indonesia Tahun 2022 di Bali, pada Senin (14/11/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak Perdana Menteri Australia Anthony Albanese untuk bekerja sama mengembangkan industri mobil listrik. Sebab, lanjut dia, Indonesia dan Australia sama-sama memiliki kekayaan bahan mentah untuk mengembangkan kendaraan listrik, yakni nikel dan lithium.

"Saya hanya menawarkan kepada Prime Minister Anthony Albanese, di Australia ada lihitum, kita punya nikel. Kalau gabung itu sudah jadi baterai mobil listrik,” kata Jokowi.

Namun dalam mengembangkan industri mobil listrik ini, Jokowi meminta PM Albanese agar mengekspor lithiumnya ke Indonesia. Sehingga, pengembangan industri kendaraan listrik bisa dilakukan di Indonesia.

"Tapi saya minta kepada Perdana Menteri Albanese untuk lithiumnya bisa dibawa ke Indonesia saja. Kita bersama-sama melakukan hilirisasi di Indonesia," ujar dia.

Sehari setelah pidato Jokowi itu, Menteri Investasi/ Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membuka peluang kerja sama pengembangan ekosistem industri baterai listrik dengan Australia Barat. Saat ini, katanya, adalah momentum yang tepat bagi Indonesia dan Australia untuk memperkuat hubungan perekonomian, khususnya dalam hal investasi. 

"Indonesia dan Australia sama-sama memiliki kekuatan di sektor pertambangan," kata Bahlil.

Australia merupakan penghasil lithium terbesar di dunia. Sementara Indonesia adalah negara penghasil nikel terbesar di dunia. Kedua bahan mineral tersebut merupakan bahan baku utama dalam pembuatan baterai. 

Menurut Bahlil, Indonesia memiliki pasar yang besar dalam industri kendaraan listrik. Beberapa perusahaan global berskala besar sudah berinvestasi Indonesia seperti LG, Foxconn, hingga CATL. 

"Ini merupakan sebuah peluang besar yang dapat dijajaki antara Indonesia dengan Australia dengan konsep saling menguntungkan dalam rangka meningkatkan perekonomian kedua negara," ujar Bahlil. 

Lebih lanjut Kementerian Investasi/ BKPM akan membentuk tim khusus untuk mengeksplorasi peluang kerja sama Indonesia dengan Australia tersebut. Bahlil berharap nantinya kerja sama ini dapat menjadikan Indonesia dan Australia sebagai powerhouse dalam ekosistem rantai pasok baterai kendaraan listrik.

Sekretaris Parlemen Negara Bagian Australia Barat Jessica Jane Shaw menyambut positif ajakan kerja sama ini. Dengan adanya 50 persen cadangan lithium dunia di Australia Barat, serta letak geografis Australia yang strategis terhadap Indonesia, Jessica menilai, hal ini merupakan langkah tepat untuk Indonesia untuk memperoleh bahan baku lithium dari Australia dan bersinergi dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik.

"Seperti Indonesia, Pemerintah Australia juga memiliki ketertarikan dalam hal hilirisasi. Sehingga, ada peluang untuk melakukan kolaborasi dan sharing knowledge antara kedua negara," ujar Jessica.  

 

photo
Kendaraan listrik - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement