Rabu 07 Dec 2022 14:26 WIB

Kurikulum Bencana Perlu Masuk dalam RUU Sisdiknas

Gempa bumi di Cianjur turut memakan korban dari kalangan pelajar.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ilham Tirta
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda menilai, kurikulum bencana harus menjadi bagian penting dari Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Hal itu dia sampaikan sekaligus merespons bencana gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat, yang turut memakan korban dari kalangan pelajar.

"Kami menilai sudah saatnya kurikulum bencana ini menjadi bagian penting dari revisi RUU Sisdiknas yang saat ini digodok Kemendikbudristek. Dengan demikian, upaya untuk mengurangi korban jiwa dan materi dalam setiap bencana bisa diwujudkan," kata Huda dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/12/2022).

Baca Juga

Huda menjelaskan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi intensitas bencana yang cukup tinggi. Sebab, Indonesia berada di kawasan cincin api. Hal itu memicu potensi gempa bumi, meletusnya gunung berapi, hingga tsunami.

Terkait gempa saja, BMKG mencatat sejak 2008 hingga 2015 rata-rata kejadian gempa bumi sekitar 6.000 kejadian dalam setahun. "Kemudian, pada tahun 2018 meningkat menjadi 11.920 kali dan pada tahun 2019 tercatat sekitar 11.588 kali kejadian. Setelah turun di 2020, di 2021 ada lompatan intensitas kejadian. Dan baru saja kita menjumpai fakta pahit bagaimana gempa Cianjur menimbulkan ratusan korban jiwa," jelas dia.

Meski begitu, ironisnya tak sedikit dari korban jiwa tersebut adalah para peserta didik. Dalam laporan Pemkab Cianjur disebutkan, setidaknya ada 42 siswa dan 10 guru di level PAUD hingga sekolah menengah pertama yang menjadi korban meninggal saat gempa Cianjur itu.

"Jumlah ini masih belum termasuk kemungkinan siswa SMA/SMK yang menjadi korban. Jadi, saya merasa fakta ini harus disikapi secara serius dengan memasukkan kurikulum bencana dalam RUU Sisdiknas," kata Huda.

Apalagi, lanjut Huda, dampak perubahan iklim juga mulai dirasakan dengan kian tingginya intensitas bencana hidrometeorologi dalam bentuk banjir bandang, tanah longsor, hingga cuaca ekstrem di berbagai daerah di Indonesia. Dia menilai, situasi itu harus menjadi fokus pemikiran para pemangku kepentingan termasuk di bidang pendidikan agar potensi tingginya korban bisa ditekan.

"Kami merasa melalui sekolah bisa diajarkan bagaimana harus bersikap saat ada bencana. Dengan demikian kesadaran akan tingginya potensi bencana serta bagaimana cara mengantisipasinya bisa tertanam sejak dini," jelas dia.

Untuk itu, Huda mendesak agar Kemendikbudristek benar-benar menerapkan paradigma kebencanaan dalam proses penyusunan kurikulum pendidikan di Indonesia. Terlebih, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak 2019 pun telah menyerukan hal yang sama.

"Kami berharap ke depan kesadaran akan tingginya potensi bencana di Indonesia menjadi paradigma dalam penyusunan kurikulum pendidikan maupun penyusunan kebijakan publik lainnya. Sehingga kita bisa meminimalkan potensi korban jiwa maupun material dalam setiap bencana yang terjadi," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement