Ahad 04 Dec 2022 22:49 WIB

BKS Provinsi Kepulauan Dorong RUU Daerah Kepulauan Disahkan 2023

Pemerintah tak perlu khawatir daerah kepulauan akan meminta otonomi dari RUU tersebut

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua Badan Kerja Sama (BKS) Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi (kanan) mengatakan provinsi kepulauan bertekad agar RUU Daerah Kepulauan diketok tahun depan.
Foto:

Sementara itu Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nono Sampono menambahkan opsi terbaik untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah kepulauan dan pesisir adalah melalui undang-undang. RUU Daerah Kepulauan merupakan jalannya.

DPR periode 2014-2019 pernah membentuk panitia khusus RUU Daerah Kepulauan dan sudah terbit surat presiden yang memerintahkan tujuh kementerian untuk membahas RUU tersebut bersama DPR. Jika ada duplikasi di antara RUU Daerah Kepulauan dengan undang-undang atau peraturan lainnya, menurut dia, cukup disinkronisasi.

"Sekarang tinggal bagaimana komitmen kita bersama supaya negara hadir, khususnya di daerah kepulauan yang terjadi ketimpangan, ketertinggalan, dan berbagai macam persoalan," ucapnya.

Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menambahkan perlu cara-cara kreatif untuk menggolkan RUU Daerah Kepulauan. Dia pun menyarankan tiga hal agar RUU Daerah Kepulauan segera diproses. Pertama, membangun gagasan yang mainstream.

Dalam membangun RUU Daerah Kepulauan agar menjadi arus utama  perlu memasukkan paradigma baru dalam RUU tersebut, yakni unsur blue economy atau ekonomi biru.

"Blue economy ini basisnya kelautan, sehingga akan sangat berdampak pada delapan provinsi kepulauan," kata Ali.

Menurut Mardani, BKS Provinsi Kepulauan sebaiknya menyampaikan gagasan dalam RUU ini ke lingkaran presiden agar visi poros maritim yang sudah kuat dapat terimplementasi dengan baik. Dan satu unsur yang penting juga adalah Kementerian Keuangan.

Salah satu jalannya, membedah kembali Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara karena, menurut dia, sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

Kedua, mengawal peraturan pemerintah yang berkaitan dengan daerah kepulauan. Ketiga, jangan lelah memperjuangkan provinsi kepulauan.

Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni menambahkan pihaknya telah memperhatikan isi dari RUU Daerah Kepulauan. Pada prinsipnya, terdapat dua perihal utama dari rancangan undang-undang tersebut, yakni kewenangan dan pendanaan.

“Dalam dua poin ini, sebenarnya pemerintah pusat sudah memberikan perhatian khusus melalui berbagai kebijakan terkait daerah berciri kepulauan," katanya.

Adapun landasan hukum dalam memberikan perhatian khusus pada daerah berciri kepulauan, menurut Agus Fatoni, ada pada Pasal 18B ayat (1), Pasal 22D ayat (1), dan Pasal 25A UUD 1945. Ada pula Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS/Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 27 sampai Pasal 30 tentang kewenangan dan percepatan pembangunan daerah provinsi berciri kepulauan.

 

Ada pula Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya kelautan sebagai negara kepulauan yang berciri Nusantara, kemudian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal Pasal 27 ayat (1) provinsi memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya alam laut di wilayahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement