REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Provinsi kepulauan sepakat mengawal pembahasan hingga pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan yang kini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.
Ketua Badan Kerja Sama (BKS) Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi mengatakan provinsi kepulauan bertekad agar RUU tersebut diketok tahun depan.
"Kami akan terus perjuangkan sampai RUU Daerah Kepulauan ini diundangkan," ujarnya saat Working Group Discussion II RUU Daerah Kepulauan seperti dikutip dalam keterangan resminya.
BKS Provinsi Kepulauan terdiri atas delapan provinsi antara lain Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Delapan provinsi tersebut memiliki total 99 kabupaten/kota.
Ali Mazi mengaku heran dengan lamanya proses pembahasan dan pengesahan RUU Daerah Kepulauan di DPR. Menurutnya, RUU ini sudah 18 tahun diperjuangkan sejak 2004, dengan dua periode melalui usulan DPR dan dua periode usulan dari DPD.
“RUU Daerah Kepulauan juga sudah tiga kali masuk dalam Prolegnas, yakni pada 2021, 2022, dan 2023,” ucapnya.
Menurutnya proses pembahasan dan pengesahan RUU lainnya menurutnya tampak begitu mudah dan proses yang kilat. Dia mencontohkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Kami tidak tahu ada rancangan undang-undang ini. Tiba-tiba kok sudah ketok palu," katanya.
Kemudian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ali Mazi mengaku tidak tahu mengenai undang-undang itu karena disahkan di tengah pandemi Covid-19.
Ada pula Undang-Undang Cipta Kerja dan perubahan Undang-Undang Otonomi Khusus Provinsi Papua yang menurut Ali Mazi, bisa segera dibahas dan disahkan oleh pemerintah dan DPR. Ali Mazi menjamin tujuan RUU Daerah Kepulauan semata demi mewujudkan kesejahteraan rakyat, terutama masyarakat yang tinggal di daerah berciri kepulauan.
Pemerintah, kata dia, tak perlu khawatir karena provinsi kepulauan tidak bermaksud menjadi daerah otonomi khusus melalui RUU ini. "Kami tidak ingin provinsi kepulauan menjadi otonomi. Tetapi paling tidak, ibarat pembagian kue, ada kesamarataan antara daerah kepulauan dengan non-kepulauan," ucapnya.