REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan terus menyebarluaskan konsep femisida kepada masyarakat. Konsep itu digunakan dalam menerjemahkan kasus pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara sengaja karena jenis kelamin atau gendernya.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani merasa miris menyaksikan berita terbunuhnya perempuan yang sering diberitakan nyaris setiap hari. Ia menegaskan pemajuan dan penegakkan HAM tidak dapat dipisahkan dari penghapusan segala kekerasan terhadap perempuan.
"Alasan Komnas perempuan angkat isu femisida karena ingin tegaskan femisida itu bentuk kekerasan terhadap perempuan paling eksterim merujuk pembunuhan pada perempuan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung karena jenis kelamin dan gendernya," kata Andy dalam Peluncuran pengetahuan femisida secara virtual pada Senin (28/11/2022).
Andy mengamati pada banyak kasus sangat nampak kepuasan sadistik yang diarahkan pelaku kepada perempuan sebagai korban. Ia menyebut ketika femisida terjadi memang tidak jarang ada penganiayaan berlapis dan tindakan sadis.
"Menyadari hal ini maka kami merasa perlu meneliti femisida lebih jauh," ujar Andy.
Andy menyebut penelitian femisida ini merujuk pada bentuk penanganan femisida di negara lain seperti Belanda, Inggris, Malaysia, Turki, Nikaragua. Ia meyakini analisis praktek di negara lain bisa digunakan sebagai bahan pijakan mengembangkan rekomendasi bagi sistem hukum di Tanah Air.
"Termasuk pendataan femisida, pemulihan korban dan memutus impunitas," ujar Andy.
Andy juga menemukan kata femisida di Indonesia belum banyak digunakan. Akibatnya, upaya pencegahan dan penanganan kasusnya menjadi terbatas. Oleh karena itu, ia mengusulkan setidaknya data pembunuhan bisa dipilah sesuai jenis kelaminnya.
"Misalnya data pilah pembunuhan berdasarkan jenis kelamin belum ada di Polri dan BPS, padahal itu perlu untuk penanganan (femisida) ke depannya," sebut Andy.