REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kuasa Hukum Devi Athok, Imam Hidayat, mempertanyakan hasil autopsi yang dilakukan dokter forensik terhadap dua korban tragedi Kanjuruhan. Hasil autopsi yang tidak menyebutkan gas air mata sebagai penyebab kematian korban membuat keluarga tidak puas.
Imam mengatakan, hasil tersebut sudah bisa diprediksi sejak awal. Ia mengkritisi beberapa poin selama proses autopsi berlangsung.
Pertama, keluarga, perwakilan, atau penasehat hukum tidak diperkenankan hadir menyaksikan ekshumasi dua anak dari Devi Athok pada 5 November lalu. "Padahal biasanya diperbolehkan (melihat proses ekshumasi) suatu perkara, ya. Itu yang pertama," kata Imam saat dikonfirmasi Republika, Rabu (29/11/2022).
Poin kedua, proses autopsi yang memakan waktu cukup panjang dan berlarut-larut sehingga korban baru bisa diekshumasi setelah 35 hari meninggal dunia. Situasi ini akan mempengaruhi struktur tanah dan kondisi dua putri dari Devi Athok.
Imam juga mempertanyakan sikap labil dari pimpinan dokter forensik. Ia menjelaskan, pihak keluarga sempat meminta hasil autopsi korban tetapi ditolak dengan alasan yang bersangkutan tidak berwenang untuk menyampaikan hal tersebut.
"Katanya, yang berwenang itu penyidik. Akan disampaikan oleh penyidik atau dibuka saat persidangan. Tetapi tadi siang (Rabu, 30 November 2022), saya dapat rekamannya bahwa Nabil (Ketua Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia Cabang Jawa Timur) melakukan prescon (press conference) dan dia menyatakan sudah diizinkan penyidik untuk menyampaikan hasil autopsi," kata dia.
Selanjutnya, Imam juga mengkritisi hasil autopsi yang menyebutkan korban meninggal karena tulang patah. Jika itu benar, dia mempertanyakan apakah kondisi tersebut benar-benar karena benda tumpul atau tidak.
Ia juga mengkritisi apakah benda tumpul dapat menyebabkan mulut korban keluar busa. Tidak hanya itu, wajah para korban juga dilaporkan berwarna hitam saat kejadian.
Kemudian, ditemukan cairan, air kencing, bau amoniak dan feses yang keluar dari para korban. Dari hasil pengamatan mata tersebut, ia menilai wajar keluarga korban meyakini kematian anaknya bukan karena terkena benda tumpul.
"Katakanlah terinjak-injak atau patah. Tetapi kondisi mayat kedua almarhum bersih, kausnya bersih, tidak ada bekas injak sama sekali,” kata dia.
Baca juga : Ekonom: Krisis Ekonomi 2023 Berisiko Lebih Lama dan Akut
Terlepas dari hasil autopsi tersebut, Imam menegaskan tidak akan berpengaruh apapun terhadap korban yang meninggal dunia. Meski bukan penyebab meninggal, ia mengatakan, gas air mata merupakan pemantiknya.
Ia menambahkan, gas air mata terbukti telah ditembakkan aparat ke tribun 13 dan 14, serta pintu keluar juga ditemukan tertutup. Selanjutnya, Imam menegaskan, pihaknya akan tetap berjuang untuk penegakan hukum.
Imam menambahkan, ayah para korban juga bertekad untuk melakukan autopsi ulang untuk kedua anaknya. Keluarga menuntut aparat untuk transparan mengenai penyebab kematian anaknya.
Baca juga : Pengamat Prediksi Anies Mendominasi Perolehan Suara di Sumatra Barat
Sebelumnya, Tim dokter forensik yang didoktpimpin Ketua Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Cabang Jatim Nabil Bahasuan telah menyelesaikan proses autopsi terhadap dua korban tragedi Kanjuruhan, Malang. Hasilnya, kedua korban tersebut meninggal akibat adanya kekerasan benda tumpul.
Kedua korban mengalami patah tulang iga dan mengalami pendarahan. Mengenai gas air mata menjadi penyebab kematian korban, Nabil menyatakan pihaknya tidak menemukan adanya gas air mata di tubuh kedua korban.