REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengatakan, kenaikan upah 2023 masih jauh dari bagaimana para pekerja untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Alasannya kebutuhan dasar masyarakat sudah tinggi hingga kemampuan buruh jadi semakin lemah.
"Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 11 persen, kenaikan bahan bakar minyak (BBM), tol, dan pencabutan (subsidi) listrik membuat daya buruh semakin lemah. Kenapa? Karena upah yang diterima semakin rendah nilainya ditambah lagi kenaikan upahnya sangat tidak signifikan," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (29/11/2022).
Kendati demikian, ia tak mau berkomentar banyak mengenai besaran kenaikan upah buruh yang ideal. Terkait pemerintah perlu mengeluarkan bantalan, menurutnya negara tidak perlu harus mengeluarkan bantalan jika upah buruh bisa memenuhi kebutuhan dasarnya.
"Namun, kenaikan upah buruh hanya dibatasi maksimal 10 persen. Tugas dan tanggung jawab pengurus negara itu bagaimana memberikan perlindungan, peningkatan kesejahteraan, dan kesetaraan," katanya.
Sehingga, dia melanjutkan, masalah ini tidak menjadi beban negara mengatasi berbagai masalah. Jadi, satu-satunya jalan adalah memberikan perlindungan upah layak, kerja layak.
Sebelumnya, untuk memutuskan upah minimum (UM) tahun ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyusun Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) baru. Hal ini lantaran PP No 36 tahun 2021 tentang Pengupahan yang menjadi turunan dari UU Cipta Kerja ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi inkonstitusional bersyarat sehingga perlu landasan hukum baru untuk menetapkan UM buruh.
Dalam Permenaker Nomor 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 yang ditetapkan 16 November 2022 dan diundangkan 17 November 2022, kenaikan upah minimum buruh untuk 2023 dibatasi tak boleh lebih dari 10 persen.