Selasa 29 Nov 2022 15:56 WIB

Durian dan Pemuliaan Tanaman

Dari 30 spesies durian di dunia, 20 ada di Sumatra dan 7 ada di Kalimantan.

Durian Montong. Dari 30 spesies durian di dunia, sebagian besar berada di Indonesia, 20 di Sumatra dan 7 di Kalimantan.
Foto:

Oleh : Nasihin Masha, Mantan Pimpinan Redaksi Republika

Pemulia Tanaman

Bagi penggemar aglaonema, tentu familiar dengan nama Greg Hambali, pemulia bunga yang dinilai dari keindahan daunnya. Namanya sangat dikenal bukan hanya di Indonesia, tapi juga di Singapura dan Thailand. Ia sudah melahirkan banyak jenis aglaonema, ada sekitar 50 jenis, seperti Donna Carmen (1985), Pride of Sumatra (1993), Harlequin, Kresna (2004), Tiara (2004), Widuri (2000), Mutiara (2006), Lipstik (2005), Moonlake (2005), Hughes, Rubi (2006, ada 25 jenis), Golden Hope (2020). Yang terakhir ini yang paling mahal. Berkat Greg, Indonesia bisa bersaing dengan Thailand yang banyak melahirkan varian aglaonema.

Thailand melahirkan banyak ragam aglaonema dengan ciri khas warna merah. Sedangkan salah satu ciri khas aglaonema karya Greg adalah gurat tulang daun yang diwariskan dari rotundum aceh. Dulu, aglaonema Indonesia hanya berwarna hijau seperti sri rejeki, atau ada semburat merah seperti rotundum aceh. Dari persilangan keduanya inilah Greg menurunkan banyak ragam aglaonema.

Pasti kita sudah mengenal salak pondoh (Sleman) atau ikan mujair (Blitar). Salak pondoh merajai pasar salak di Indonesia. Padahal sebelumnya pasar salak dikuasai salak bali. Tentu banyak sekali jenis salak di Indonesia seperti salak dari Banjarnegara atau salak dari Sumedang. Bahkan di tiap daerah memiliki tanaman salak sendiri. Umumnya berasa sepet, masam, ada manisnya, dan kesat. Karena itu ada anjuran jangan terlalu banyak makan salak nanti sudah buang air besar. Namun salak bali yang paling unggul: buah tebal, bau harum, rasa lebih manis. Hanya saja tetap ada sepet, masam, dan kesat.

Di era kejayaan salak bali, jika berwisata ke Bali maka oleh-olehnya adalah salak. Namun kemudian muncul salak pondoh. Rasa manis, tak ada sepet, dominan manis. Juga tak kesat. Sehingga mengkonsumsi banyak salak pondoh tak ada masalah saat BAB. Era kejayaan salak bali pun pudar. Namun kini, Bali menghadirkan varian baru: salak madu. Dari segi rasa dan penampakan fisik, seperti perpaduan salak bali dan salah pondoh. Namun salak pondoh tetap masih yang terbaik.

Dari situs slemankab.go.id, salak pondok dikembangkan oleh Partodiredjo, seorang jogoboyo (mantri keamanan di tingkat desa) Desa Kapanewon, Tempel, Sleman. Ia menerima empat butir biji salak dari seorang Belanda pada 1917. Pemberian itu merupakan bentuk kenang-kenangan karena orang Belanda hendak kembali ke negeri asalnya. Ternyata salak itu tumbuh dengan baik dan buahnya manis serta tidak sepet seperti salak pada umumnya. Pada 1948, tanaman salak itu dikembangkan oleh putranya, Muhadiwinarto. Ia tinggal di Sokobinangun, Merdikorejo, namun masih di Kecamatan Tempel. Sejak itu, salak pondoh berkembang di Sleman. Publik Yogyakarta mulai mengenalnya pada 1980-an. Namun baru pada 1990-an salak pondoh mulai menasional.

Kita juga mengenal ikan mujair yang dikembangkan oleh Pak Mujair, lahir 1890. Warga Blitar ini sebetulnya memiliki nama Iwan Dalauk. Sebetulnya ia seorang pedagang sate yang sukses, namun kemudian keranjingan judi sehingga jatuh miskin.

Ia warga Kampung Kuningan, Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro, Blitar. Setelah miskin, ia sering pergi ke pantai Serang. Jarak dari kampungnya sekitar 35 kilometer. Ia tempuh dengan berjalan kaki. Di pantai itu ia menemukan ikan yang unik. Jika ada bahaya, ia akan memasukkan anak-anaknya ke mulutnya. Ia pun tertarik dengan ikan yang hidup di pertemuan arus sungai dan laut itu.

Ia membawa ikan itu ke rumahnya. Ia letakkan di air tawar. Mati. Rupanya ia kembali mengambil ikan itu dari pantai Serang. Kali ini ikan ditaro di air laut yang dicampur dengan air tawar. Porsi air tawarnya ditambah secara perlahan hingga 100 persen berisi air tawar. Setelah melalui 11 kali percobaan, akhirnya ada 4 ikan yang berhasil hidup. Konon itu terjadi pada 25 Maret 1936.

Selanjutnya ikan itu diletakkan di kolam sumber air di Kampung Tenggong. Ikan itu cepat berbiak. Kisah ini terdengar oleh seorang asisten residen Kediri, sehingga ia mendapat penghargaan dengan menyematkan namanya sebagai nama ikan. Ia juga diangkat sebagai jogoboyo di desanya. Pemerintah Indonesia juga mengangkatnya sebagai mantri perikanan. Pada 1957 Pak Mujair wafat.

Mungkin sebagian dari kita ada yang mengenal alpukat kalibening. Alpukat ini memang belum setenar alpukat miki, alpukat markus, alpukat aligator, atau alpukat mentega. Namun alpukat ini mulai mendapat tempat di hati petani alpukat.

Sesuai namanya, alpukat ini berasal dari Dusun Kalibening, Desa Kebondalem, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Rasanya gurih,juga manis dan pulen, ukurannya agak besar, bentuknya agak lonjong, warna daging kuning, dagingnya tebal. Alpukat ini dikembangkan oleh kelompok tani Ngudi Rahayu II di Kalibening pada 2003. Namun pohonnya milik Supratmono. Varietas ini sudah terdaftar di Kementan pada 2017. Beberapa waktu lalu, anggota DPR yang gemar bertani, Sudin, dari Lampung, juga baru mengeluarkan varietas alpukat baru. Namanya alpukat puan. Ya, ia diambil dari nama Puan Maharani. Namun alpukat ini belum dibiakkan secara massal.

Kita juga mengenal pepaya kalifornia. Itu nama pasar. Padahal nama aslinya adalah pepaya calina. Ini adalah hasil pemuliaan dosen IPB, yaitu Prof Dr Sriani Sujiprihatin dan Prof Dr Sobir. Pepaya ini mulai dikenalkan ke publik pada 26 Mei 2010. Kehadiran pepaya ini berhasil merobohkan dominasi pepaya bangkok yang lama merajai pasar pepaya.

Keunggulan pepaya calina terutama karena tak berbau seperti pepaya pada umumnya. Buahnya juga mungil. Pohonnya tidak tinggi. Dan tentu, rasanya manis. Sriani mendapat bibitnya dari pepaya milik Okim, warga Bogor, yang katanya bibitnya didapat dari California. Karena itu nama calina merupakan perpaduan California dan Indonesia. Namun distributor lebih senang menggunakan nama berbau asing, Kalifornia atau California.

Nah, sekarang tentang durian. Durian lokal varian baru yang paling moncer adalah durian bawor. Berbeda dengan durian lokal lain yang sudah ada sejak dulu, maka bawor adalah durian yang baru berbuah pada 2000-an. Pak Guru Sarno adalah penghulunya. Pada 1996, guru SD itu mengkombinasikan tujuh macam durian melalui sambung pucuk, selisip, dan sambung mata. Tujuh varietas durian yang dikombinaikan adalah durian sunan, petruk, montong, kuning mas, onder naming, sitokong, dan cikirik. Tujuh varietas itu berada dalam satu pohon. Bawor adalah maskot masyarakat daerah Banyumasan. Hingga kini, Sarno mengaku belum pernah mendaftarkan varietas bawor ini ke kementerian pertanian.

Greg Hambali juga mulai merambah pemuliaan tanaman buah. Salah satunya buah durian. Dia mengawinkan durian cumasi asal Bangka dengan durian merah asal Banyuwangi. Namun hasilnya belum diedarkan. Kita butuh banyak pemulia tanaman. Ini sangat penting. Karena Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa. Ini harta karun yang terpendam.

Tanah Indonesia juga sangat subur dan cocok untuk tanaman buah. Kandungan mineral tanah Indonesia sangat kaya. Hal inilah yang tak dimiliki oleh tanah di negara-negara lain. Hal ini berkat banyaknya gunung berapi. Abu vulkanik yang disemburkan gunung berapi selama ribuan atau jutaan tahun ini telah membuat permukaan tanah di Indonesia sangat kaya mineral. Ini yang membuat rasa buah di Indonesia demikian nano-nano.

Kekayaan mineral ini tak mudah digantikan dengan pupuk buatan, biayanya akan sangat mahal. Thailand adalah negeri yang sudah menikmati keuntungan ekonomi dari pemuliaan tanaman. Pemerintahnya sangat memperhatikan dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada pemulia tanaman. Sudah saatnya pemerintah Indonesia memberikan penghargaan terhadap para pemulia tanaman. Tak hanya pencantuman namanya pada varietas itu tapi juga memberikan materi sebagai hadiah. Butuh waktu bertahun-tahun untuk pemuliaan tanaman. Karena itu penghargaan tersebut akan memicu masyarakat untuk bergiat melahirkan varietas-varietas baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement