Sabtu 26 Nov 2022 18:29 WIB

Deputi BPOM Sebut Galon Perlu Dilabeli Produk Mengandung BPA

BPOM hadir untuk melindungi keselamatan dan kalau persoalan harus segera ditangani.

Rep: Antara/Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Rita Endang.
Foto: Dok BPOM
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Rita Endang.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Rita Endang, menyatakan, pelabelan cemaran Bisfenol A (BPA) pada kemasan air minum dalam keamanan (AMDK) untuk keamanan konsumen. Menurut dia, pelaku usaha harus bertanggungjawab memberikan rasa aman bagi konsumen dan menaati aspek hukum.

"Produk kemasan AMDK yang mengandung atau berpotensi mengandung BPA seperti kemasan galon polikarbonat, perlu diberikan label 'Produk Berpotensi Mengandung BPA'," kata Rita di acara bertema 'Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen' di Gedung Makara Universitas Indonesia (UI) dalam siaran pers di Kota Depok, Sabtu (26/11/2022).

Rita menyebut larangan penggunaan bahan kimia BPA pada kemasan pangan di sejumlah negara seperti Prancis, Brasil, Kolombia, serta negara bagian Vermont dan California di Amerika Serikat. Pihaknya mengaku, mau menunggu ada kasus terlanjur banyak atau sudah sangat kritis baru bertindak.

"Kalau ada persoalan harus segera ditangani. BPOM hadir untuk melindungi keselamatan masyarakat," kata Rita sambil menyinggung potensi bahaya kesehatan yang bisa ditimbulkan BPA seperti gangguan seksual, perubahan perilaku pada pria atau wanita, kanker prostat dan jenis kanker lainnya.

Untuk mengantisipasi migrasi BPA pada produk galon polikarbonat yang beredar masif di Indonesia, per November 2021, BPOM telah mengeluarkan Rancangan Peraturan BPOM tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Aturan itu mewajibkan produsen air minum galon berbasis polikarbonat wajib memasang label BPA terhitung tiga tahun sejak peraturan disahkan.

Ketua Bidang Penyakit Tidak Menular pada Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Agustina Puspitasari menyampaikan, paparan BPA mempengaruhi fungsi hormon normal pada manusia karena sifatnya endocrine disruptor. "Beberapa studi terkait paparan BPA di antaranya menunjukkan ada hubungan peningkatan konsentrasi BPA dalam urin dengan turunnya kualitas sperma," kata Agustina.

Pakar material dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik UU, Prof Mochamad Chalid, memaparkan risiko cemaran BPA dalam kemasan pangan yang disebutnya berbahaya karena digunakan tidak sesuai aturan. "Pelepasan BPA dapat terjadi melalui peluruhan polikarbonat dengan adanya air pada suhu dalam waktu tertentu," kata Chalid.  

Dosen Fakultas Hukum UI, Henny Marlyna mengatakan, konsumen Indonesia dilindungi oleh hukum, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. "Tujuannya antara lain menciptakan sistem Perlindungan Konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi," kata Henny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement