Ahad 20 Nov 2022 11:00 WIB

Menakar Peluang Haedar Nashir Kembali Pimpin Muhammadiyah

Haedar meraih dukungan teratas muktamirin lewat raihan 2.203 suara.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
 Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, memberikan keterangan pers sebelum Sidang Tanwir, Jumat (18/11/2022).
Foto: Muhammad Noor Alfian
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, memberikan keterangan pers sebelum Sidang Tanwir, Jumat (18/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, SURAKARTA -- Prof Haedar Nashir mendapat suara terbanyak lewat pemilihan secara elektronik (e-voting) dalam Muktamar 48 Muhammadiyah di Edutorium UMS pada Sabtu (19/11) malam. Haedar memiliki peluang jadi ketua umum untuk kali kedua.

Seperti diketahui, dari 39 orang, muktamar telah memunculkan 13 orang terpilih sebagai formatur Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Haedar meraih dukungan teratas muktamirin lewat raihan 2.203 suara. Kemudian, disusul Abdul Mu'ti 2.159 suara dan Anwar Abbas 1.820 suara.

Baca Juga

Busyro Muqoddas 1.778 suara, Hilman Latief 1.675 suara, Muhadjir Effendy 1.598 suara, Syamsul Anwar 1.494 suara, Agung Danarto 1.489 suara, Saad Ibrahim 1.333 suara, Syafiq A. Mughni 1.152 suara, Dadang Kahmad 1.119 suara, Ahmad Dahlan Rais 1.080 suara dan Irwan Akib 1.001 suara.

Pada Ahad (20/11), 13 orang terpilih itu direncanakan menggelar rapat. Ketua Panitia Pemilihan Muktamar Muhammadiyah, Ahmad Dahlan Rais berpendapat, dari perolehan itu Haedar memang berpeluang paling besar kembali jadi ketua umum. Ini sekalgius untuk menghargai yang mendapat suara terbanyak.

Karena, tidak seperti sekretaris umum, ketua umum yang terpilih dalam rapat yang dilakukan 13 orang itu harus dimintakan persetujuan ke muktamirin. Sedangkan, untuk sekretaris umum ditunjuk langsung oleh ketua umum terpilih.

Meski begitu, Dahlan mengingatkan, ada sejarah yang menjadi ketua umum bukan yang dipilih oleh muktamirin. Misal, dalam Muktamar di Purwokerto pada 1950-an. "Pimpinan terpilih tak ada yang mau menjadi ketua umum. Akhirnya, mereka meminta Buya Sutan Mansur di Sumatra Barat untuk memimpin Muhammadiyah. Buya bersedia lalu hijrah ke Jawa untuk menjadi ketua umum," kata Dahlan, Ahad (19/11).

Dahlan menilai, rapat formatur untuk memilih ketua umum biasanya tidak lama. Dalam Muktamar Makassar, 2015, rapat berlangsung 10 menit, itupun sebagian besar waktu untuk doa demi kemaslahatan Muhammadiyah. Saat itu, Dahlan juga menjadi panlih. "Tak ada deadlock," ujar Dahlan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement