Selasa 15 Nov 2022 15:34 WIB

Mengingatkan Produsen Bersihkan Sampah Plastik Saat KTT G20

Acara KTT G20 di Nusa Dua, tak boleh melupakan persoalan sampah plastik di Bali.

Pekerja mengambil sampah menggunakan mesin di kawasan Waduk Muara, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Rabu (19/10/2022).
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Pekerja mengambil sampah menggunakan mesin di kawasan Waduk Muara, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Rabu (19/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah RI memprioritaskan keamanan pada acara KTT G20 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali pada 15-16 November 2022. Hanya saja, yang tentu saja tak boleh dilupakan adalah persoalan sampah plastik di Bali.

  

Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rofi Alhanif, membenarkan, sampah plastik sekali pakai, termasuk saset, botol, dan gelas plastik memang banyak mencemari sungai dan perairan laut di Pulau Dewata. Hal itu juga sudah diungkap dalam penelitian brand audit atas sampah plastik di Bali.

"Sehingga ketahuan mana saja produk perusahaan yang berakhir di alam, baik itu di sungai maupun di laut," kata Rofi merujuk audit merek sampah plastik yang mencemari lingkungan di Bali, belum lama ini.

Dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (15/11/2022), audit merek dilakukan oleh Sungai Watch, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang lingkungan di Bali. Dalam laporan atas sampah plastik di Bali pada 2021, Sungai Watch mengungkap 10 besar perusahaan dengan brand ternama yang produk dan kemasannya paling mencemari Bali.  

Riset Sungai Watch menunjukkan, dari 227.842 item sampah plastik bermerek yang dikumpulkan dan dianalisis, ada 27.486 item atau 12 persen dari total sampah plastik yang berasal dari perusahaan besar produsen air mineral terkemuka. Rinciannya, sampah gelas plastik 14.147 item, dan sampah botol sebanyak 12.352 item.

Perusahaan investor asing yang diketahui sudah lama menguasai pasar air minum dalam kemasan (AMDK) gelas dan botol plastik di Indonesia menjadi penyumbang sampah terbesar. Dari perkiraan total produksi 5,13 miliar gelas dan 2,7 miliar botol air mineral per tahunnya, perusahaan tersebut menyumbang masing-masing 587 juta gelas (11 persen) dan 1,3 miliar botol (49 persen).

Sungai Watch juga melaporkan, nyaris separuh dari total sampah plastik yang dianalisis adalah sampah kemasan saset sekali pakai dengan brand perusahaan food and beverage besar. Dari total 67.000 item, lebih 30 persen berupa saset snack, dan persentasenya setara dengan total sampah saset produk kopi dan mi instan.

"Audit merek seperti yang dilakukan Sungai Watch ini bermanfaat untuk mengedukasi produsen agar lebih bertanggungjawab, terutama untuk menarik kembali produk dan kemasan plastik yang mereka produksi dan terbuang di lingkungan terbuka sebagai sampah," kata Rofi.

Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ujang Solihin Sidik, menyampaikan, pemerintah mendorong produsen mengadopsi penghentian (phasing-out) produksi produk dan kemasan pangan dengan wadah plastik mini. "Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen," ujarnya dalam webinar beberapa waktu lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement