Jumat 11 Nov 2022 18:05 WIB

Anies Ungkap Tunjangan Guru Kelebihan Rp23 T, Kemenkeu & PGRI Singgung Soal Tahun Politik

Kemenkeu menyatakan kabar kelebihan TPG di medsos tidak sesuai fakta.

Anies Baswedan saat masih menjabat sebagai Mendikbud. Beredar kabar jika ada kelebihan transferan Tunjangan Profesi Guru pada 2016 mencapai Rp 2,33 triliun.
Foto: KPM
Anies Baswedan saat masih menjabat sebagai Mendikbud. Beredar kabar jika ada kelebihan transferan Tunjangan Profesi Guru pada 2016 mencapai Rp 2,33 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam beberapa hari terakhir dunia media sosial diramaikan dengan kabar yang diungkapkan mantan menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) Anies Baswedan tentang kelebihan Tunjangan Profesi Guru (TPG) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2016. Jumlahnya tak main-main karena mencapai Rp 23,3 triliun.

Kabar ini pun menggiring opini jika ada upaya penyelewengan dana sebelum akhirnya dibongkar Anies. Namun Kementerian Keuangan blak-blakan soal kelebihan anggaran tunjangan guru yang diungkapkan Anies tidak seperti yang banyak dinarasikan di sejumlah akun media sosial sebagai upaya penyelewengan. Lantas siapakah yang salah hitung, Anies atau Kemenkeu? Mari kita bedah.

Kabar kelebihan anggaran TPG ramai setelah disampaikan Anies pada 2016. Bahkan pernyataan mengenai kelebihan anggaran tunjangan guru ini diunggah dalam kanal YouTube resminya.

"Jadi bukan kami yang kelebihan, tapi Kementerian Keuangan mentransfer kelebihan. Pihak Kemdikbud mengingatkan, dengan mengirimkan surat," ujar Anies dalam tayangan itu.

Kabar kelebihan anggaran TPG itu ramai dibicarakan di media sosial setelah akun Twitter @sutanmangara membuat konten tentang persoalan kelebihan anggaran TPG karena kesalahan Kemenkeu yang mentransfer kebanyakan untuk membayar tunjangan guru. Ucapan Anies itu pun dianggap sebagai aksi heroik mantan gubernur DKI Jakarta karena dianggap sudah menyelamatkan uang negara.

Namun pemberitaan soal kelebihan transfer TGP dari Kementerian Keuangan ke Kemendikbud dijawab Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo lewat akun Twitter @prastow. Kemenkeu menegaskan informasi yang beredar tersebut salah dan tidak sesuai fakta.

Yustinus menjelaskan, kelebihan anggaran itu disebabkan oleh target sertifikasi guru yang disampaikan Kemendikbud ke Kemenkeu namun tidak mencapai target. Padahal, kata dia, bendahara negara mengalokasikan anggaran berdasarkan data Kemendikbud.

"Nah di tahun 2016, hasil rekonsiliasi menemukan bahwa target jumlah guru bersertifikasi tidak tercapai sebagaimana data yang disampaikan Kemendikbud sebelumnya, sehingga anggaran TPG ternyata berlebih alias over-budget sebesar Rp23,3 triliun," ujar Yustinus di akun Twitternya seperti dinukil Republika.co.id, Selasa (8/11/2022).

Karena target sertifikasi guru yang tidak tercapai, Yustinus menjelaskan, Kemendikbud menyurati Kemenkeu untuk memberitahu jika ada kelebihan anggaran yang ditransfer ke pemerintah daerah untuk pembayaran TPG. Kondisi itu membuat Kemenkeu menyampaikan kepada pemda bahwa akan mengurangi anggaran dana alokasi khusus (DAK) non fisik sebesar Rp23,3 triliun. Lalu, kelebihan anggaran tersebut kembali dimasukkan ke APBN.

"Jadi jelas Kemenkeu tak akan membiarkan setiap rupiah anggaran diselewengkan apalagi dijadikan 'bancakan'. Mari bersama pastikan APBN kita selalu transparan dan akuntabel," ucap Yustinus.

TPG diberikan pemerintah sebagai bentuk penghargaan atas profesionalitas kepada para guru. Tunjangan itu diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen Tunjangan Khusus Guru Dan Dosen serta Tunjangan Kehormatan Profesor.

Jumlah TPG yang diberikan adalah satu kali gaji pokok tiap bulan untuk guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan. Data jumlah guru yang bersertifikasi (berhak atas TPG) diperoleh Kemenkeu dari Kemendikbud. Berdasarkan data tersebut, Kemenkeu menyiapkan alokasi anggarannya dalam APBN lalu mengalokasikannya melalui DAK nonfisik kepada pemda untuk dibayarkan ke masing-masing guru.

Liarnya kabar tentang kelebihan tunjangan guru yang mencapai Rp 23,3 triliun membuat Republika.co.id meminta penjelasan dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Dewan Pembina PGRI Dudung Nurullah Koswara saat kami hubungi menyatakan pendapatnya. Ia meminta jangan mengkaitkan guru dengan dinamika politik.

"Ya lagi ramai ya itu. Sampai saat ini tunjangan profesi guru mempunyai permasalahan sendiri. Namun, hal ini jangan dikaitkan oleh dinamika politik," katanya saat dihubungi Republika.co.id pada Kamis (10/11/2022).

Nurullah mengatakan, sampai sekarang, tunjangan untuk para guru sering telat hingga beberapa bulan. Hal ini yang mestinya dicari jalan keluarnya.

"Ya jangan debat soal Anies dan Sri Mulyani terkait tunjangan guru. Tapi tunjangan guru itu sampai sekarang belum ada solusinya. Sering telat tunjangannya padahal itu hak mereka sebagai guru," kata dia.

Ia mengatakan, para guru harusnya dilindungi dan diutamakan haknya, karena mereka kan mengajar dan mengabdi di dunia pendidikan. Jangan dijadikan bahan politik.

"Jangan seret-seret guru ke dalam dinamika politik. Biarkan guru sejahtera. Daripada debat tunjungan guru mending cari jalan keluar agar tunjangan guru di seluruh daerah selalu dikasih pada tepat waktu," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement