Kamis 10 Nov 2022 09:01 WIB

Menuju Green Ocean, Komitmen dan Kolaborasi Inovasi Diperlukan

Semua pihak harus melakukan banyak inovasi

Seminar Towards A Greener Ocean 2022.
Foto: istimewa
Seminar Towards A Greener Ocean 2022.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Banyaknya polusi di laut (Pollution of the marine environment) mengakibatkan rusaknya ekosistem kehidupan laut maupun kehidupan manusia. Dampak negatif yang muncul akibat polusi di laut seperti biota laut yang tercemar, terancamnya kesehatan manusia, hingga penurunan kualitas lingkungan pesisir.

Ancaman pencemaran tersebut perlu segera mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Semua pihak harus bahu membahu untuk menangani pencemaran laut.

Baca Juga

Managing Director PT Inco Global Nusantara sekaligus Penyelenggara Seminar “Towards A Greener Ocean 2022”, Tania Ho mengatakan, pencemaran laut umumnya terjadi berassal dari limbah plastik dan emisi dari mesin kapal. Tania mencontohkan, Kota Jakarta yang banyak tercemar sampah plastik. 

“Karena di Indonesia khususnya Jakarta masih belum banyak yang sadar. Ada beberapa yang sudah sadar tapi masih kurang supportnya,” ujar Tania dalam keterangan persnya, Kamis (10/11/2022).

Tania pun menyinggung emisi di industri perkapalan yang harus ramah lingkungan berdasarkan peraturan International Maritime Organization (IMO). Menurut Tania, perlu adanya peningkatan penggunaan bahan bakar metanol bagi industri perkapalan untuk mencegah pencemaran udara. 

“Sekarang ini di Indonesia masih belum banyak yang sadar. Ada beberapa yang sudah sadar tapi masih kurang support-nya seperti apakah barang bakarnya sudah tersedia atau belum,” tambah Tania.

Tania menambahkan, INCO sebagai vendor perusahaan pelayaran membawa semua produk ramah lingkungan untuk agen-agen di Indonesia. Tania menyebutkan, INCO memiliki kepedulian untuk menjaga alam Indonesia.

“Jadi kami membawa produk produk ramah lingkungan ini supaya untuk ke depan generasi kita dan anak cucu kita menikmati green ocean. Karena sekarang kita ini tahu banyak sekali limbah dan emisi dari engine. Seperti Mitsui, kami bawa ke ranah ramah lingkungan yang menggunakan gas dan biofuel,” kata Tania.

“Dengan kita membawa produk-produk ini, kita harap ke depannya Indonesia akan lebih banyak yg mendukung dan berpartisipasi dalam industri perkapalan agar terciptanya emisi yang bagus. Tujuan kita sebagai bangsa Indonesia seperti negara Eropa, negara kita green clear,” tambah Tania.

Managing Director Mitsui E&S Asia, T. Sayama menyebutkan, Mitsui E&S Asia menyediakan Bio Fuel dengan pemanfaatan bahan bakar hidrogen dan amonia dalam Marine Maine Engine. Penggunaan Bio Fuel untuk mewujudkan “Nol Karbon" dan “Transformasi Menjadi Energi Bersih” sebagai solusi ramah lingkungan. 

“Sebagai solusi ramah lingkungan yang diperkenalkan hari ini, yaitu mesin tipe EEXI-EPL #er MC dan EPL POWER, EPL-FI untuk ME Engine, dan kami sebagai pembuat mesin menyediakan data mesin dan performa pemasangan EPL, relevan dokumen ke agen seperti NK Consulting Service,” kata Sayama.

Sayama menambahkan, Mitsui E&S Asia menyediakan penghematan bahan bakar lewat beberapa metode sesuai dengan permintaan pelanggan. Sayama mengatakan, pihaknya sangat senang untuk melayani pelanggan lewat IMCO.

“Mulai sekarang juga, perusahaan kami dan INCO Trading terus memberikan layanan yang benar-benar diminta pelanggan seperti keamanan dan operasi yang ramah lingkungan. Sekali lagi terima kasih atas perlindungan Anda kepada perusahaan kami dan perdagangan INCO,” tambah Sayama.

Sementara itu, Technical Departement EKK Eagle Asia Pasific/Kemel, Koshi Kunimitsu juga memaparkan produk mesin kapal yang ramah lingkungan. Koshi menyatakan, pihaknya memiliki produk mesin kapal bernama EX atau aerotyoe yang tak lagi menggunakan oli atau pelumas. 

“Di mana tidak akan adanya leak atau kebocoran sehingga lebih ramah untuk laut, sebenarnya dari Kemel sendiri itu ada bermacam-macam yang menggunakan oli jadi sistem lubricant-nya masih menggunakan oli, cuma untuk produk EX sendiri menggunakan udara. Jadi itu meminimalisir kebocoran oli ke laut,” ujar Koshi. 

Koshi menyebutkan, pihaknya mendorong perusahaan yang masih meenggunakan oli beralih ke penggunaan udara. Dengan begitu, peralihan dari oil seal ke air seal bisa menjadikan industri pelayaran menjadi ramah lingkungan.

Menuju Indonesia Nol Emisi Tahun 2060

Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowner Association (INSA) Sugiman Layanto menyoroti, para pelaku industri pelayaran yang sudah mendesain perlengkapan mesin untuk mengurangi jumlah karbon dan emisi. Sugiman menyebutkan, Indonesia sudah berkomitmen agar industri pelayaran nol karbon pada tahun 2060.

“Jadi saya rasa insiatif seperti ini perlu dilakukan supaya industri kita secara keseluruhan bisa kompak agar target ini bisa tercapai. Jadi tantangan paling utama adalah bagaimana kita melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan harapan ini (nol karbon),” kata Sugiman.

Sugiman menyebutkan, semua pihak harus melakukan banyak inovasi untuk mengurangi emisi di industri pelayaran. Menurutnya, target Indonesia nol emisi pada tahun 2060 bisa tercapai asalkan ada kepedulian dari semua pihak dan terus memantau perkembangan teknologi.

“Jadi yang paling utama sekarang saya lihat adalah bahan bakar, bagaimana kita bisa move away dari using fuel jadi masalah utama bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh indonesia, apa sih tenaga alternatif yang bisa kita gunakan. pembahasan banyak dari amonia ,menatol dan lain lain, cuma tepat seperti apa infrastruktur yang ada untuk mendistribusikan bahan bakar seperti apa, mungkin yang paling penting adalah apa yang pemerintah kita akan atur, untuk memaksa bahasanya untuk kita lebih cepat go green,” kata Sugiman.

Sugiman juga menyinggung soal konversi penggunaan bahan bakar minyak ke listrik yang turut dibahas di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Menurutnya, sudah banyak negara yang mengambil inisiatif untuk konversi energi berupa minyak ke listrik dengan investasi besar.

“Jadi saya rasa negara Asia, Singapura merupakan negara yang terdepan. Saat ini saja sudah diumumkan Singapur sudah mulai memasang solar energi bekerjasama dengan Batam. Jadi kita punya dipasangin solar screen awalnya ditarik ke Singapura. Ada yang jauh juga di Australia. Jadi gurun pasir di Australia luas sekali sudah direncanakan untuk dibuat solar mereka akan tarik kabel dari Australia ke Singapura,” tambah Sugiman.

Sugiman pun menyoroti upaya Korea untuk menurunkan emisi dan karbon demi melestarikan alam. Sugiman menyebutkan, Korea sudah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Angin.

“Jadi inovasi dan kolaborasi yang dibutuhkan. Harapan kami sekarang ya diharapkan, kita di Indonesia berbagai industri bagaimana kita bisa saling berkolaborasi mencari seperti menjadi something. Jadi cara usaha akan berjalan di depan, mau tidak mau, sustainable ini sesuatu yang tidak bisa dinegosiasi. Jadi bagiamana kita bisa berkolaborasi mencari partner dalam mencari model dan jika banyak yang bergerak saya jamin 2060 akan terjawab,” kata Sugiman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement