Rabu 09 Nov 2022 20:35 WIB

54 Persen Kasus Covid-19 Singapura Subvarian XBB

XBB juga ditemukan di 30 negara lainnya.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Dwi Murdaningsih
Virus Covid-19 (ilustrasi)
Foto: www.wikimedia.org
Virus Covid-19 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter Spesialis Paru dari Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Titi Sundari mengungkap 54 persen kasus Covid-19 di Singapura merupakan subvarian Omicron XBB. XBB juga ditemukan di 30 negara lainnya.

"Di Singapura, sekitar 54 persen kasus Covid-19 didominasi oleh XBB," ujarnya, Rabu (9/11/2022).

 

Dia mengungkap adanya XBB saat ini mengakibatkan terjadinya peningkatan kasus di beberapa negara. Tercatat XBB sudah terjadi di lebih dari 30 negara seperti Denmark, Jepang, Australia dan dengan risiko mudahnya transportasi akan terjadi mudahnya penularan di negara lain. 

 

"Jadi, kita belum bisa memprediksi apakah adanya XBB kemudian tepat (mengubah status) jadi ke arah endemi," katanya.

 

Ia mengakui beberapa saat lalu ketika melihat kasus Covid-19 di Indonesia melandai kemudian banyak yang berpikir Indonesia bisa beralih status pandemi jadi endemi. Bahkan, sudah ada kebijakan melepas masker di luar ruangan. 

 

Namun, ia mengingatkan beberapa hari terakhir kasus Covid-19 di Indonesia mulai meningkat lagi. Bahkan, pada tanggal 8 November 2022, kasus hariannya menjadi 6 ribuan. 

 

"Ini artinya kondisi Covid-19 belum selesai. Masih ada kemungkinan untuk naik kasusnya," katanya.

 

Tak hanya Indonesia, ia mengingatkan negara tetangga juga bisa kembali mengalami peningkatan kasus Covid-19.

 

XBB merupakan turunan dari Omicron yang bermutasi. Virus selalu bermutasi untuk mempertahankan hidup dengan cara melakukan perubahan-perubahan atau mutasi sehingga muncul subvarian baru.

 

Sementara itu, ia mengungkap derajat keparahan XBB masih seperti omicron. Artinya ketika terinfeksi varian XBB maka mengalami gejala yang sama seperti saat tertular Covid-19 varian omicron yang lain seperti demam, sakit kepala, batuk, pilek, nyeri tenggorok, sesak napas, gangguan penciuman, bahkan bisa diare atau muntah. 

 

"Memang kalau melihat gejala flu dan masuk angin seperti batuk pilek memang mirip (dengan XBB). Selama kondisi pandemi belum berakhir maka seyogyanya mereka yang ada keluhan seperti batuk pilek untuk dilakukan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) sehingga bisa diketahui lebih dini untuk diketahui ini hanya flu biasa atau ini Covid-19," ujarnya.

 

Dia menyebutkan yang membedakan ketika terinfeksi XBB dengan flu bisa dilihat dari kadar saturasi oksigen. Oleh karena itu, ia meminta sediakan oksimeter. Yang penting masyarakat tetap waspada, menjaga protokol kesehatan (prokes), sehingga dengan demikian risiko penularan virus diminimalkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement