Senin 07 Nov 2022 22:34 WIB

Komisi VI DPR Minta Kemendag dan BPOM Tuntaskan Kasus Gagal Ginjal Akut

BPOM dinilai sudah gagal dalam memberikan kepastian perlindungan kesehatan.

Rep: Novita Intan/ Red: Andi Nur Aminah
 Andre Rosiade.
Foto: Republika/Putra M Akbar
Andre Rosiade.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VI DPR meminta Kementerian Perdagangan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengusut tuntas kasus gagal ginjal akut. Hal ini mengingat kasus tersebut sudah melibatkan mitra kerja lintas komisi di DPR.

Anggota Komisi VI DPR, Andre Rosiade mengatakan BPOM sudah gagal dalam memberikan kepastian perlindungan kesehatan bagi masyarakat. Padahal menurutnya impor bahan-bahan baku obat-obatan dilakukan Kementerian Perdagangan setelah mendapat rekomendasi atau izin.

Baca Juga

"BPOM ini salah, tidak mau disalahkan. Dari awal vaksin, urusan vaksin saja, lama sekali," katanya kepada wartawan, Senin (7/11/2022).

"Seharusnya kita jadikan momentum rapat gabungan, karena ini sudah lempar batu sembunyi tangan pimpinan, secara terang-terangan BPOM menyalahkan Kementerian Perdagangan," tegasnya.

Saat ini sebanyak 323 anak di 28 provinsi di Indonesia terdiagnosa gagal ginjal akut dengan jumlah korban jiwa sebanyak 190 orang. Sebanyak 34 anak lainnya sedang menjalani perawatan dan 99 anak sudah dinyatakan sembuh.

Sementara itu ahli farmasi dan konsultan sekaligus CEO Pharmacare Consulting Julian Afferino menambahkan BPOM tak bisa mengelak dari tanggung jawab pengawasan, termasuk bahan cemaran. Adapun tanggung jawab ini diatur dalam Farmakope Indonesia.

“Farmakope itu seperti kitab sucinya farmasi, merupakan monografi yang berisi semua persyaratan bahan obat, termasuk kemurnian, cemaran seperti etilen glikol/dietilen glikol (EG/DEG). Itu dimuat di halaman 1100-an Farmakope, bahwa cemaran ED/DEG tidak boleh melebihi 0,1 persen per ml kosolven atau 0,1 mg/ml kosolven atau bahan pelarut. Jadi, tidak bisa ketua BPOM mengelak ini bukan wewenangnya untuk mengawasi,” katanya 

Ombudsman RI melihat BPOM berpotensi melakukan maladministrasi. Menurut Anggota Ombudsman Robert Robert Na Endi Jaweng, BPOM tidak melakukan kontrol ketat dan efektif atas standar atau batas senyawa yang berbahaya produk obat sirup. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement