REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Mohammad Syahril mengatakan, saat ini Kemenkes dan kalangan pakar dari sejumlah organisasi profesi di Indonesia sedang melakukan penelitian terhadap pemanfaatan cairan etanol sebagai alternatif penawar mengatasi gangguan ginjal akut progresif pada anak (GGAPA) yang disebabkan keracunan obat.
"Memang benar, etanol salah satu rekomendasi obat untuk antidotum (penawar) gangguan ginjal akut progresif," kata Syahril dalam Konferensi Pers secara daring, Senin (7/11/2022).
Saat ini penelitian terhadap etanol hingga saat ini telah memasuki tahap uji coba di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Penelitian tersebut dilakukan sejumlah pakar dari kalangan peneliti obat di RSCM bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Saat ini, pemerintah masih merekomendasikan penggunaan Fomepizole sebagai penawar gangguan ginjal akut progresif. Terjadi penurunan angka kematian sejak digunakannya antidotum Fomepizole sebagai terapi pengobatan GGAPA.
Sejak 25 Oktober distribusi dan penggunaan Fomepizole diperluas tidak hanya di RSCM, melainkan di 17 rumah sakit di 11 provinsi di Indonesia yang sudah mendapatkan distribusi Fomepizole. Sekitar 87 persen Fomepizole yang didatangkan Kemenkes dari luar negeri bersifat donasi gratis dari negara-negara sahabat.
Syahril berharap, etanol juga bisa menjadi alternatif lain untuk mengatasi keracunan obat yang disebabkan senyawa kimia berbahaya. Hanya saja etanol harus dikemas ulang menjadi obat.
"Etanol ini harus dikemas ulang untuk dijadikan obat sehingga dia bisa berfungsi. Berbeda dengan Fomepizole yang sudah siap pakai, sehingga seluruh rumah sakit tinggal memakai," katanya.
Dilakukannya penelitian ini juga lantaran harga bahan baku etanol yang relatif lebih murah dibandingkan Fomepizole. Diketahui untuk satu vial Fomapizole dikenai Rp 16 juta.
"Kalau memang nanti perlu, akan kami sampaikan apakah uji yang dilakukan RSCM dan IDAI dalam rangka pemberian penawar dengan etanol ada hasilnya, nanti kami sampaikan," katanya.