Selasa 08 Nov 2022 05:03 WIB

Senator DPD Dr Abdul Kholik: Penanganan Kemiskinan di Jawa Perlu Dana Alokasi Khusus

Jawa masih menjadi pusat kemiskinan di Indonesia

Dua orang anak bermain di depan rumahnya di kampung nelayan Pabean udik, Indramayu, Jawa Barat, Ahad (19/6/2022). Pemerintah menargetkan penurunan angka kemiskinan ekstrem hingga nol persen di 212 kabupaten/kota pada tahun 2024 seiring dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) nomor 4 tahun 2022 tentang percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Dua orang anak bermain di depan rumahnya di kampung nelayan Pabean udik, Indramayu, Jawa Barat, Ahad (19/6/2022). Pemerintah menargetkan penurunan angka kemiskinan ekstrem hingga nol persen di 212 kabupaten/kota pada tahun 2024 seiring dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) nomor 4 tahun 2022 tentang percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senator DPD RI asal Jawa Tengah, Dr Abdul Kholik, mengatakan kemiskinan di tiga provinsi besar di Jawa, yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur sulit ditanggulangi. Hal ini karena jumlah populasi penduduk miskin di ketiga wilayah tersebut sangat besar.

''Berdasarkan data Badan Pusat Statitik (BPS) tahun pada Maret 2022 jumlah penduduk miskin di Jawa Barat mencapai 4.070.980 jiwa. Penduduk miskin Jawa Timur mencapai 4.181.290 jiwa. Penduduk miskin Jawa Tengah mencapai 3.831.440 jiwa. Jumlah tersebut sangat rentan bertambah apabila terjadi krisis ekonomi,'' kata Kholik, di Jakarta, Senin (7/11/2022).

Selain itu, lanjut Kholik, kriteria yang masuk kategori penduduk miskin adalah apabila pengeluaran dalam satu bulan Rp 505.469,00. Besaran ambang batas garis kemiskinan ini masih bisa dipertanyakan kriterianya. ''Apakah garis kemiskinan sebesar itu masih layak? Sebab, ambang garis kemiskinan dari PBB ditentukan minal 2,15 dolar AS per hari dan per orang. Artinya dalam satu bulan per orang akan mengeluarkan uang senilai 64 dolar AS, ini setara Rp 967,500 dalam kurs 1 dolar sama dengan Rp 15.000. Artinya sebenarnya jumlah warga miskin di ketiga wilayah di Jawa itu  akan semakin besar kalau menggunakan kriteria garis kemiskinan PBB ini."

Melihat data tersebut, kata Kholik, kini menjadi sebuah tantangan yang sangat besar bila ingin menurunkan angka kemiskinan di ketiga provinsi besar di Jawa dengan signifikan. Penyebabnya karena terlalu besarnya jumklah penduduk yang ada di ketiga provinsi tersebut. Jika dibanding dengan negara lain, seperti Australia yang hanya 25 juta penduduknya, Arab Saudi yang mencapai 31 juta penduduknya, atau Malaysia yang penduduknya mencapai 32,7 juta, artinya jumlah penduduk di masing-masing di ketiga provinsi itu lebih besar dari penduduk di negera-negara tersebut. Apalagi jika dikalkulasi jumlah penduduk miskin di ketiga provinsi di Jawa itu bisa mendekati separuh dari jumlah penduduk miskin di Indonesia yang jumlahnya sekitar 26 juta jiwa.

''Karena itu bila pengentasan kemiskian hanya dilakukan oleh tingkat pemerintahan provinsi saja, maka akan sulit. Solusi alternatifnya kerja pengentasan kemiskinan dilakukan oleh tingkat negara, yakni bukan pada level provinsi. Atau juga agar lebih  terfokus wilayah ketiga provinsi di Jawa ini dimekarkan. Hal ini untuk membuat fokus penangannya lebih terarah karena beban populasi penduduknya menjadi lebih kecil,'' tegas Abdul Kholik.

Yang lebih mengkhawatirkan, ujar Kholik, jika dalam waktu lama kemiskinan belum juga bisa dientaskan, maka akan muncul kemiskinan kultural. Akibatnya, kemiskinan berpotensi diturunkan dari generasi ke generasi.''Inilah yang harus dicegah. Salah satunya adalah dengan membuat kebijakan, berupa dana alokasi khusus pengentasan kemiskinan bagi daerah yang jumlah penduduk miskinnya besar."

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement