Selasa 01 Nov 2022 15:32 WIB

Taufan, Gajah Balita Way Kambas Pergi Selamanya  

Gajah balita Way Kambas bernama Taufan pergi selamanya.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Muhammad Hafil
Gajah sumatra (Elephas maxikus sumatranus) berada di areal Pusat Latihan Gajah Taman Nasional Way Kambas, Lampung.
Foto: republika/Mursalin Yasland
Gajah sumatra (Elephas maxikus sumatranus) berada di areal Pusat Latihan Gajah Taman Nasional Way Kambas, Lampung.

REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG – Tak ada yang menyangka, kalau takdir menentukan lain. Taufan, gajah (Elephas maximus sumatranus) berumur balita milik Taman Nasional Way Kambas (TNWK) yang sehat dan lincah tiba-tiba terkapar tak bernyawa lagi di area Pusat Latihan Gajah (PLG) TNWK, Lampung Timur, Ahad (30/10/2022).

Taufan, anak Gajah bernama Bunga berjenis kelamin jantan tersebut, baru saja dilepas ke alam bebas area PLG TNWK, Ahad lalu. Kondisinya sehat dan lincah (aktif). Umur 4 tahun 7 bulan menjadi masa-masa adaptasi habitatnya untuk berkembang lebih cepat.

Baca Juga

“Belum diketahui penyebab kematiannya. Hasil nekropsi (bedah bangkai) disebutkan bahwa satwa dalam kondisi normal, tidak ada luka pada tubuhnya,” kata Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai TNWK Hermawan, Selasa (1/11/2022).

Dia mengatakan, Gajah Taufan ditemukan pawang gajah di area PLG pada Ahad (30/10/2022) sekira pukul 13.30. Gajah Taufan, merupakan gajah kelahiran PLG Way Kambas dari induk betina Gajah Bunga. Gajah taufan memiliki panjang gading 23 cm, lingkar gading 12 cm, berat gading 2 ons. Sedangkan gading kiri 18 cm, lingkar gading 11,5 cm, berat 2,5 ons. 

“Menurut pawang, sehari sebelumnya kondisi satwa masih terpantau sehat, aktif berlari, makan dan minum normal. Saat dilepas di area penggembalaan, Gajah Taufan, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda sakit,” kata Hermawan.

Pemeriksaan nekropsi terhadap bangkai Gajah Taufan yang dipimpin drh Diah Esti Anggraini, tim melakukan penelitian terhadap sampel hasil nekropsi seperti hati, jantung, paru-paru, ginjal, limpa, usus, lambung, dan otak. “Pemeriksaan laboratorium di BBVET (Balai Besar Veteriner) Bandar Lampung,” kata Hermawan.

Berdasarkan hasil nekropsi yang dilakukan drh Diah Esti Anggraini dan tim, tidak ada kelainan ataupun cacat fisik pada Gajah Taufan. Namun, terdapat sedikit perubahan di beberapa organ dalam seperti hati (hepar), limpa, saluran pencernakan dan lidah. Selain itu, ditemukan perlemakan di beberapa jaringan/organ.

“Diagnosa sementara dan differential diagnoda yaitu Herpes virus, Gastritis Enteritis, Hepatitis,” kata Hermawan mengutip dokumentasi hasil nekropsi Gajah Taufan yang dilakukan Tim Nekropsi pada Senin (31/10/2022).

Dalam laporan hasil Nekropsi beranggotakan 12 orang, drh Diah Esti Anggraini mengatakan, secara umum kondisi Taufan baik dan tidak mengalami sakit maupun tanda-tanda sakit. 

“Saat dilepas pada hari Ahad 30 Oktober 2022, Taufan sama sekali tidak menunjukkan tanda-tana sakit. Saat dilakukan pengecekan pada pukul 13.00 didapati Taufan sudah tergeletak (mati),” kata dr Diah Esti Anggraini dalam laporannya, Senin (31/10/2022).

Dia mengatakan, kondisi bangkai gajah masih utuh dengan kondisi tidur atau berbaring miring ke sebelah kanan. Kulit Taufan normal, tidak ada luka pada kaki, punggung, perut, dan kepala. Mata kemerahan, hidung dan mulut tampak pucat dan kebiruan, sedangkan telinga bengkak.

Pada jaringan kulit Taufan, tidak ditemukan kelainan, tetapi ada pembesaran limpoglandula di beberapa tempat. Saluran nafasnya dan paru-paru normal. Jantungnya ditemukan banyak lemak (chicken fat) pada bagian pericardium dengan otot jantung bagus. Sedangkan pembuluh darahnya baik arteri dan vena tidak ada perubahan.

Tim Nekropsi menyebutkan, saluran pencernakan termasuk usus dan lambung mengalami pendarahan kecil, hati membengkak tapi tidak ditemukan cacing hati, ada cacing Paramphistomum sp pada usus kecil tetapi sedikit. Sedangkan rongga dada dan perut termasuk alat reproduksi tidak ada perubahan.

Diah Esti Anggraini membuat kesimpulan, tidak ada kelainan atau cacat fisik pada Gajah Taufan. Sedikit perubahan di beberapa organ seperti hati, limpa, saluran pencernaan dan lidah. Ditemukan perlemakan di beberapa jaringan/organ. Dan ditemukan pembesaran limpoglandula di beberapa tempat.

 “Diagnosa sementara dan Differential Diagnosa yakni Herpes virus, Gastritis – enteritis, dan Hepatitis. Diagnosa final menunggu hasil laboratorium selesai,” kata drh Diah Esti Anggraini.

 Matinya Gajah Taufan, menambah daftar berkurangnya populasi satwa yang dilindungi ini. Populasi gajah sumatra cenderung menurun. Berdasarkan data Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), dalam 10 tahun terakhir setidaknya ada 700 ekor gajah sumatra yang mati. Kematian gajah tersebut berbagai sebab. Diantaranya diburu, diracun, dan diambil gadingnya oleh oknum tak bertanggung jawab.

FKGI merilis pada Januari 2018, jumlah individu gajah di Indonesia mencapai 1.700 gajah. Banyaknya gajah yang mati, menurut Sekretaris FKGI Donny Gunaryadi pada sebuah workshop konservasi gajah di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, awal tahun lalu, terkikisnya habitat gajah, dan terkikisnya jumlah gajah sumatra, juga karena kurangnya dokter hewan yang mampu merawat gajah yang sakit.

Dalam enam tahun terakhir, ia memaparkan Indonesia sudah kehilangan 150 ekor gajah sumatra. Dikhawatirkan, satu-satunya subspesies gajah Asia di Indonesia itu terancam punah. Data FKGI tersebut menyatakan, data 150 ekor gajah yang punah tersebut yang terdata, sedangkan yang tidak terdata di lapangan diperkirakan lebih dari itu.

Tahun 1985 Indonesia masih memiliki 44 kantong habitat gajah di Sumatra. Tahun 2007, jumlahnya turun menjadi 25 kantong habitat, dengan hanya 12 kantong saja yang populasi gajahnya di atas 50 ekor. Lokasinya tersebar mulai dari Taman Nasional Leuser dan Ulu Masen di Aceh, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan Tesso Nilo di Jambi, Padang Sugihan di Sumatra Selatan dan Taman Nasional Way Kambas serta Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Lampung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement