Sabtu 29 Oct 2022 03:15 WIB

Ketidakpastian dan Ancaman Resesi 2023: APBN Disetel Dinamis, Pemerintah Optimistis

Pemerintah telah menyetel APBN 2023 untuk menghadapi kondisi yang sangat dinamis.

Menteri Keunganan Sri Mulyani Indrawati.
Foto: AP/Patrick Semansky
Menteri Keunganan Sri Mulyani Indrawati.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Novita Intan

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, APBN 2022 berhasil menjaga pemulihan ekonomi di tengah kenaikan harga BBM. Hal itu, menurutnya terbukti dari tidak terlalu terganggunya daya beli masyarakat.

Baca Juga

“Tiga kuartal berturut-turut ekonomi tumbuh di atas lima persen meskipun harga BBM naik 30 persen,” ujarnya saat webinar, Jumat (28/10/2022).

 

Menurutnya, APBN telah didesain secara fleksibel untuk meredam guncangan yang berpotensi menghambat pemulihan ekonomi.

 

“Ini menggambarkan ekonomi kita masih (kuat). Karena shock yang besar tadi absorber oleh APBN yang besar,” ucapnya.

 

Sri Mulyani juga menyebut pemerintah telah menyetel APBN 2023 untuk menghadapi kondisi yang sangat dinamis. Hal ini khususnya untuk menghadapi tantangan berupa situasi geopolitik Rusia-Ukraina yang penuh ketidakpastian, hingga isu climate change atau perubahan iklim.

"Semua mengatakan global warming, tapi kita tidak tahu siapa yang akan kena, kekeringan siapa yang akan kena. Mungkin saja kita punya BMKG bilang, minggu depan akan seperti ini, bulan depan mungkin terjadi El Nino, La Nina. Tapi precisely kita tidak tahu, tiba-tiba hujan saja enggak berhenti-berhenti, banjir," ucapnya.

 

"Atau seperti yang teman saya ketemu dengan menteri keuangan Brasil atau sama Australia, mereka mengatakan, we never experience the drought yang kemudian semuanya kering dan kebakaran hutan masif. Kalau Anda lihat California, Brazil, Australia, that's quite something," ucapnya.

Menurutnya hal itu yang tak bisa dinegosiasi. Dari sisi lain, saat ini dunia masih terombang-ambing atas ketidakpastian konflik geopolitik Rusia-Ukraina, plus adanya potensi perang antara Amerika Serikat dengan China.

 

"Kan itu uncertainty-nya banyak. Makanya disebutkan di tengah risiko, bagaimana kita ekonominya tetap kuat dan bertahan kuat, padahal risikonya itu, pattern-nya jadi very-very difficult di-predict," ucapnya.

Di samping itu, Sri Mulyani mencatat masih ada dana sekitar Rp 1.200 triliun dalam APBN 2022 yang harus dibelanjakan dalam dua bulan pada akhir tahun ini. Adapun dana tersebut berasal dari sisa belanja negara yang belum terserap selama Januari sampai September 2022. 

Pada periode tersebut, telah terserap dana senilai Rp 1.913,9 triliun atau 61,6 persen dari target tahun ini yang sebesar Rp 3.106,4 triliun. "Ini sangat besar uangnya dan kalau mungkin kami bisa eksekusi semua," ucapnya.

Menurutnya, seluruh dana yang harus dibelanjakan tersebut tersebar di seluruh kementerian, lembaga, maupun daerah. Pada tahun ini, Kementerian Keuangan sudah mengalokasikan dana khusus APBN 2023, dengan asumsi yang juga telah ditetapkan, namun dunia bergerak secara luar biasa sehingga asumsi makro dalam APBN pun tidak bisa sesuai dengan yang telah direncanakan.

 

"Jadi selama pandemi ini kita belajar sangat banyak, APBN dibuat fleksibel dan responsif karena memang begitu banyak kejutan dan perubahan yang terjadi," ucapnya.

Sri Mulyani menyebut kejutan tersebut berasal dari pandemi Covid-19 yang masih terjadi dan terus berubah siap maupun tidak siap. Adapun kejutan lainnya juga datang dari kondisi geopolitik yang terjadi terutama dari konflik Rusia dan Ukraina, serta perubahan iklim yang menyebabkan bencana berbagai negara.

Kendati demikian, ke depan Sri Mulyani optimis ekonomi akan tumbuh hingga akhir tahun ini. Dia juga membuat beberapa skenario terkait tantangan yang harus dihadapi pada 2023.

 

Adapun, optimisme tersebut muncul karena Indonesia konsisten mencatat pertumbuhan ekonomi di atas lima persen selama tiga kuartal beruntun sejak kuartal IV 2021.  “Dan, itu masih akan terus berlanjut sampai tiga bulan terakhir tahun ini,” ucapnya.

 

Menurut Sri Mulyani, optimisme serupa turut terlihat dari tingkat inflasi, yang meskipun naik tapi tidak separah negara lain. Begitu pun nilai tukar rupiah yang meski terkena depresiasi tapi masih lebih baik dibanding negara lain.

"Sehingga Indonesia punya banyak alasan untuk optimis dan maju. Kuartal III 2022 juga kita harapkan momentum pemulihannya masih akan kuat, mungkin bahkan slightly higher dari kuartal II yang 5,4 (persen)," ucapnya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement