Kamis 27 Oct 2022 19:36 WIB

Membangkitkan Mobilitas Transportasi, Melancarkan Mimpi Terintegrasi

Mobilitas dari rumah ke kantor di bilangan SCBD, Jakarta Selatan, begitu mudah.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Erik Purnama Putra
Mitra layanan ojek daring Gojek menunggu penumpang di di penumpang Stasiun KRL Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (28/5/2021). Gojek meluncurkan layanan GoTransit yang memudahkan penumpang KRL Commuter Line langsung terintegrasi dengan ojol.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Mitra layanan ojek daring Gojek menunggu penumpang di di penumpang Stasiun KRL Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (28/5/2021). Gojek meluncurkan layanan GoTransit yang memudahkan penumpang KRL Commuter Line langsung terintegrasi dengan ojol.

REPUBLIKA.CO.ID, Baru tujuh bulan belakangan, Santi (25 tahun) bekerja di Jakarta, setelah tahun lalu rampung mengenyam pendidikan di luar negeri. Prasangka dan perasaan pasrah gadis kelahiran Sulawesi ini terbayar, saat mobilitas di Jakarta tidak seseram dalam bayangan sebelumnya.

Ihwal tinggal dekat kantor, dia lebih memilih menggunakan transportasi umum karena pertimbangan biaya. Gayung bersambut. Dia sempat kaget, mobilitas dari rumah hingga ke kantor di bilangan SCBD, Jakarta Selatan, begitu mudah. "Pakai ojol lanjut KRL ternyata nyaman," kata Santi yang bermukim di Jakarta Timur kepada Republika, belum lama ini.

Menurutnya, dengan inovasi transit dan integrasi dalam satu sentuhan aplikasi, sangat memudahkan pengguna. Santi menyebut, integrasi transportasi berbasis daring (ride-hailing) dan transportasi publik KRL Commuter Line yang digunakan sangat membantu ketika bepergian. "Seenggaknya mulai ada inovasi antara Gojek dan KRL," jelasnya.

Santi hanya satu dari 5,18 juta pekerja di DKI berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, yang merasakan kondisi transportasi di Jakarta. Diakui atau tidak, transportasi yang hampir lengkap, namun tidak terintegrasi, membuat kendaraan pribadi langgeng dan menjamur.

Senior Vice President Corporate Affairs Gojek Rubi W Purnomo menjelaskan, saat ini, pihaknya terus mendorong inovasi mobilitas masyarakat melalui integrasi. Bekerja sama dengan PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI), Gojek melalui ekosistem GoTransit, berkomitmen memudahkan perjalanan multimoda dan mendukung pemerintah dalam menggalakkan penggunaan transportasi publik.

"Dalam hal integrasi ini, layanan Gojek berperan sebagai first mile and last mile, penghubung masyarakat dengan layanan transportasi publik," kata Rubi.

Dilatarbelakangi satu atau dua pengguna Gojek, yang kerap berpergian menuju pusat transportasi publik dan 11 lokasi stasiun KRL, kata dia, telah mengubah fokus ke arah integrasi melalui GoTransit. Pihaknya pun menawarkan inovasi perjalanan bundling dalam satu transaksi.

Melalui kerja sama integrasi dengan PT KCI sejak Juni 2022, Rubi membeberkan, terjadi peningkatan 20 kali lipat terhadap penggunaan fitur GoTransit. Bahkan, data terbaru menunjukkan, ada kenaikan tiga kali lipat transaksi tiket digital berbasis kode QR di KRL Commuter Line. Dengan data internal itu, Rubi menjanjikan, akan lebih mendorong masyarakat menggunakan layanan transportasi publik yang efisien dan nyaman.

Melalui awal kemudahan mobilitas tersebut, Santi mengaku, tidak mau menyia-nyiakan kesempatan beralih ke alternatif transportasi yang lebih hijau. Meski berlomba dengan pekerja dan pengendara lain, dirinya senang karena ada mobilitas yang mampu menembus kemacetan Ibu Kota. "Jujur, kalau transportasi gak integrasi, macet sama polusi di Jakarta juga gak akan ilang," ucapnya.

Lalu, bagaimana dampak integrasi terhadap peningkatan mobilitas? Praktisi perilaku konsumen Yuswohadi menjawab, integrasi dari first mile hingga last mile yang digaungkan oleh GoTransit, sangat meningkatkan kemudahan mobilitas masyarakat. Dengan adanya inovasi tersebut, dia memperkirakan peralihan masyarakat ke moda umum bukan hal mustahil.

"Memang tidak akan drastis langsung, tapi peralihan ke pelayanan ini, bisa membuat perubahan perilaku tersendiri dari masyarakat," kata Yuswohadi.

Menurutnya, kelompok yang saat ini bisa mendominasi perubahan prilaku terintegrasi melalui ride-hailing dan kendaraan publik massal lainnya, adalah kalangan milenial dengan kemampuan adaptasi digitalisasi. Namun demikian, dia menyebut, saat generasi Z ramai-ramai memasuki dunia kerja, penggunaan transportasi publik akan lebih masif.

"Prinsip sharing instead of owning dinilai generasi milennial dan gen Z bisa mengurangi keribetan," kata Yuswohadi.

Jika menilik secara umum, milenial memang lebih memilih transportasi publik praktis yang dapat diakses melalui gawai pintar, daripada kepemilikan kendaraan pribadi. Jumlah itu, akan meningkat seiring tumbuhnya gen Z yang mulai bekerja dan mulai menggeser generasi sebelumnya.

Seperti dikatakan Yuswohadi, fakta itu, juga dikemukakan oleh survei dari Cox Automotive pada 2019, yang menyebut jika sekitar 55 persen gen Z menyetujui mobilitas sangat penting, tapi memandang kendaraan pribadi tidak menjadi prioritas. Jumlah tersebut, disusul dengan para milenial sekitar 45 persen, 34 persen gen X, dan 28 persen boomer, yang dalam studi itu yang menyetujui hal serupa.

Karenanya, masih dalam riset itu, layanan transportasi on-demand dan tingkat kepemilikan mobil yang lebih rendah di kalangan milenial, bisa mendorong minat penggunaan transportasi publik masal di dunia, tak terkecuali Indonesia.

Pengamat transportasi Muslich Zainal Asikin, menyepakatinya. Dengan adanya inovasi integrasi ride-hailing dan transportasi publik yang saat ini digaungkan, kata dia, sangat berdampak dalam mengurangi kemacetan.

Selain menimbulkan efisiensi, dia menyebut, integrasi dan pelayanan yang lebih maksimal dari sektor transportasi, justru akan membuat masyarakat mengurangi transportasi pribadi dengan sendirinya. "Sangat bisa mengurangi kemacetan. Apalagi saat semua transportasi publik terus berlomba memaksimalkan pelayanan," kata Muslich.

Membahas kendaraan pribadi saat ini, kata dia, memang masih menjadi kebutuhan masyarakat karena kurangnya inovasi pelayanan dari transportasi publik itu sendiri. Dengan adanya integrasi ride-hailing dan transportasi publik, ia memercayai, mobilitas dan transportasi di Indonesia akan semakin baik.

"Kita negara luas, gak ada artinya punya kendaraan banyak-banyak saat kebutuhan transportasi sudah terpenuhi," ucap Muslich.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement