REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Basar Manullang mengemukakan bahwa jumlah hotspot (titik panas) di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Luas areal atau kawasan hutan dan lahan yang terbakar juga mengalami penurunan.
"Kalau kita lihat di database, mulai dari 2015 hingga 2022 itu ada penurunan hotspot karena setiap pagi seluruh daerah operasional Manggala Agni wajib mengecek di lapangan. Kemudian yang signifikan juga penurunan areal atau kawasan hutan dan lahan yang terbakar," kata Basar dalam webinar Festival Iklim 2022 yang diikuti di Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Titik panas pada 2015 terdapat 70.971, turun 20,4 persen dari 89.214 pada 2014. Meski sempat kembali mengalami kenaikan pada 2018 dan 2019, jumlahnya masih jauh di bawah 2014 yakni 9.245 (2018) dan 29.341 (2019).
Jumlah titik panas pun kembali menurun dengan signifikan menjadi 2.568 pada 2020, kemudian 1.451 pada 2021, dan 1.245 pada 2022. "2020, 2021, dan 2022 sangat terlihat signifikan. kita sangat bersyukur atas karunia Tuhan kepada Bangsa Indonesia dan semakin terintegrasinya upaya-upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan di tingkat tapak dengan adanya pelopor dari teman-teman Manggala Agni," ujar Basar.
Mengenai luas kebakaran hutan dan lahan, Basar mengatakan bahwa pada 2015 tercatat 2,6 juta hektar. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya, luas kebakaran hutan dan lahan terus berada jauh di bawah angka tersebut.
Ia menjelaskan, luas kebakaran hutan dan lahan pada 2016 adalah 438.363 hektare. Kemudian 165.484 hektare pada 2017, 510.564 hektare pada 2018, 1.649.258 hektare pada 2019, 296.942 hektare pada 2020, 358.864 hektare pada 2021, dan 183.743 hektare pada Januari sampai September 2022. "Kalau dibandingkan head to head dari Januari sampai September 2021 dengan 2022, ini terjadi penurunan sekitar 20 persen," imbuh Basar.
Ke depannya, Basar mengatakan bahwa Manggala Agni sebagai tenaga pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia diharapkan dapat terus mengoptimalkan pelaksanaan kerja sama dengan stakeholder di tingkat tapak dan meningkatkan kapasitas kompetensi. "Kemudian perlu ada perubahan pola dan kerawanan kebakaran hutan dan lahan, serta inovasi-inovasi pengendalian kebakaran hutan dan lalu perlu kita tingkatkan," tutup Basar.