Rabu 26 Oct 2022 13:55 WIB

Gagal Ginjal Akut Anak Merebak, Kinerja BPOM Dipertanyakan dan Diminta Ikut Tanggung Jawab

Kinerja pengawasan pre-market dan post-market obat sirup oleh BPOM dipertanyakan.

Kepala Badan POM Penny K Lukito memberikan keterangan pers hasil pengawasan BPOM terkait obat sirup di Kantor BPOM, Jakarta, Ahad (23/10/2022). Hingga Selasa (25/10/2022), Kemenkes melaporkan total kasus gangguan ginjal akut pada anak 255 kasus tersebar di 26 provinsi, di antaranya 143 anak meninggal. (ilustrasi)
Foto:

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga menyayangkan lemahnya pengawasan BPOM RI dalam mengawasi peredaran obat sirop yang diduga mengandung ethylene glycol (EG) dan diethylene glycol (DEG). YLBHI pun mendesak aparat penegak hukum segera melakukan penyelidikan dugaan pidana dalam produksi dan penyebaran obat-obat sirop yang menyebabkan penyakit ginjal akut pada anak-anak dan berujung pada kematian.

"Kami menyayangkan lemahnya fungsi pengawasan dari pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pemerintah berdasarkan kewenangannya perlu segera melakukan penyelidikan terhadap perusahaan-perusahaan farmasi produsen dan penyedia jenis obat cair/sirup yang diduga mengandung ethylene glycol dan diethylene glycol," kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis, Selasa (25/10/2022).

Jika ditemukan adanya pelanggaran hukum, menurut Isnur, pemerintah harus mengambil tindakan tegas berupa tindakan administratif pencabutan izin sementara atau izin tetap sesuai ketentuan Pasal 188 Ayat (3) UU Kesehatan dan diteruskan ke tahap penegakan hukuma berdasarkan ketentuan Pasal 196 UU Kesehatan.

Dalam pasal tersebut menyatakan bahwa: “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu dapat dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar."

”Selain itu, keluarga korban juga dapat menuntut ganti rugi materiil maupun non-materiil terhadap perusahaan produsen dan penyedia obat cair/sirup dan kepada pemerintah karena kelalaiannya melakukan pengawasan sehingga menyebabkan hilangnya nyawa warga negara," tegasnya.

Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, BPOM tidak pernah melakukan pengujian terhadap kadar ethylene glycol (EG) dan diethylene glycol (DEG) dalam obat-obatan. Sebab, hingga saat ini di dunia internasional belum ada standar untuk pengujian kedua bahan tersebut.

“Khusus untuk cemaran EG dan DEG sampai saat ini di dunia internasional belum ada standar yang untuk mengatakan untuk diuji. Itulah kenapa kita tidak pernah menguji karena memang belum dilakukan di dunia internasional pun,” ujar Penny di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, dikutip pada Selasa.

Karena itu, standar pengujian terhadap kedua kandungan tersebut akan dikembangkan, sehingga menjadi bagian dari sampling rutin BPOM. Penny menjelaskan, BPOM juga melakukan sampling rutin terhadap produk obat-obatan sebelum diedarkan.

Dalam perencanaan pre-market tersebut, maka bahan baku dan kandungan obat-obatan yang akan didaftarkan untuk mendapatkan izin edar harus dilaporkan kepada BPOM.

“Dalam pre-market itu kan ada bahan baku, nah bahan baku itu juga yang kemudian harus dilaporkan pada saat registrasi di mana itu ada kandungan, atau analisis yang harus disampaikan ke BPOM,” jelasnya.

Selain itu, juga ada kewajiban dari para pelaku usaha untuk melakukan pengujian sendiri. BPOM pun akan melakukan evaluasi pada saat pre-market. Namun, BPOM juga melakukan pengawasan dengan sampling dan pengujian terhadap produk yang sudah dipasarkan.

Terkait kasus gagal ginjal akut pada anak yang kini tengah merebak, BPOM mengambil langkah memidanakan dua industri farmasi. Kendati demikian, Penny tidak berkenan menyebutkan secara spesifik dua industri farmasi tersebut.

"Kami sudah mendapatkan dua industri farmasi yang akan kami tindak lanjuti menjadi pidana," kata Penny.

Penny menjelaskan, bahwa pemidanaan tersebut didasari pada temuan bahwa kandungan EG dan DEG dari produk-produk obat sirop kedua industri farmasi itu bukan hanya bersifat sebagai kontaminan. Tetapi, kandungannya sangat-sangat tinggi.

"Ada indikasi bahwa kandungan EG dan DEG di produknya itu tidak hanya dalam konsentrasi sebagai kontaminan, tetapi sangat-sangat tinggi dan tentu saja sangat toxic dan tepat diduga bisa mengakibatkan gagal ginjal akut dalam hal ini," ungkapnya.

Mengenai kebenaran kedua industri farmasi tersebut merupakan produsen lima obat sirop yang sebelumnya diumumkan penarikannya oleh BPOM pada Kamis (20/10/2022) pekan lalu, Penny juga tetap menolak menjawab. Pada 20 Oktober 2022, BPOM mengumumkan lima produk obat sirop di Indonesia yang mengandung cemaran EG melampaui ambang batas aman.

  1. Obat demam Termorex Sirup kemasan dus botol plastik ukuran 60 mililiter (ml) produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL781300353A7A1.
  2. Obat batuk dan flu Flurin DMP Sirup kemasan dus botol plastik ukuran 60 ml keluaran PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1.
  3. Obat sirop produksi Universal Pharmaceutical Industries, yakni obat batuk dan flu Unibebi Cough Sirup ukuran 60 ml bernomor izin edar DTL7226303037A1.
  4. Obat demam produksi Universal Pharmaceutical Industries, Unibebi Demam Sirup ukuran 60 ml bernomor izin edar DBL8726301237A1.
  5. Obat demam produksi Universal Pharmaceutical Industries, Unibebi Demam Drops ukuran 15 ml bernomor izin edar DBL1926303336A1.

 

 

photo
Ilustrasi Gagal Ginjal Akut - (republika/mgrol100)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement