Ahad 23 Oct 2022 07:23 WIB

Sebelum Kubah Masjid JIC Roboh Terbakar

Robohnya kubah Masjid JIC bukan akhir dari makna filosofis dan konsepnya yang indah

Kubah masjid JIC dirancang oleh seorang arsitek Muslim terkemuka, Ir. H. Achmad Noe`man, yang sudah merancang banyak masjid besar di Indonesia
Foto: Dok Pemkot Jakut
Kubah masjid JIC dirancang oleh seorang arsitek Muslim terkemuka, Ir. H. Achmad Noe`man, yang sudah merancang banyak masjid besar di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rakhmad Zailani Kiki, Peneliti Islam di Betawi dan Jakarta

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata roboh adalah runtuh, rebah, jatuh. Setelah 20 tahun kubah masjid JIC berdiri gagah dengan ketinggiannya yang menjadi salah satu landmark Jakarta di daerah utara dan menjadi tatapan mata banyak orang yang melintasinya, dia harus tunduk pada takdir di Rabu (19/10/2022) jelang sore untuk runtuh, rebah dan jatuh karena terbakar, yang karena keberadaan dan ukuran raksasanya menjadi perhatian dan menjadi berita nasional.  

Bermunculanlah berbagai opini, dari orang awam sampai profesor. Namanya juga opini, bak makanan yang disajikan, tentu ada  bumbu rasa manis, pedas, asam sampai pahit tentang penyebab roboh dan terbakarnya kubah masjid JIC. Dan Namanya juga opini, maka tidak perlu diperdabatkan obyektivitasnya, ambil saja hikmahnya. Yang jelas, kubah masjid JIC dirancang oleh seorang arsitek Muslim terkemuka, Ir. H. Achmad Noe`man, yang sudah merancang banyak masjid besar di Indonesia bukan untuk berakhir dengan terbakar dan roboh. Ada kisah tentang kubah ini sebelum roboh terbakar yang perlu diketahui sehingga dapat memahami dan bijak untuk menyikapi pasca peristiwa tersebut karena untuk membangun kembali kubah masjid JIC bukan perkara yang sulit bagi Pemprov DKI Jakarta selaku pemiliknya.

Secara filosofis, dalam rancangannya, masjid megah sebagai bangunan utama di JIC, terbilang masjid yang tidak banyak bermain numerologi. Sedikit sekali perlambang berdasarkan angka tertentu dalam bangunan masjid JIC. Yang ada misalnya tinggi menara masjid 114 meter yang melambangkan jumlah surat dalam Alquran dan panjang bentangan ruang utamanya yang 66 x 66 meter menyiratkan jumlah surat dalam Al Quran 6.666 ayat. 

Yang pasti, dengan ruang tanpa tiang, memberikan kesan lapang. Seperti pernah diungkapkan arsiteknya, Ir. H. Achmad Noe’man, terinspirasi hadits Nabi SAW agar jamaah shalat hendaknya merapatkan shaf dan lurus, padahal di banyak masjid (termasuk di Raudhah Masjid Nabawi di mana ia memperoleh inspirasi ini), ruang utama shalat ditopang banyak tiang yang kurang menjamin rapat dan lurusnya shaf. Dalam situasi inilah, Ir. H. Achmad Noe’man berinovasi di berbagai masjid rancangannya, membuat ruang utama masjid tanpa tiang. Publik menganggap hal ini sebagai ciri rancangan Noe’man. 

Rancangan arsitekturalnya secara umum dibimbing nash yang sahih. Mempedomani Alquran, antara lain surat Al-Baqarah, 2: 114, AI-Jin, 72: 18, At-Taubah, 9:18, AI-Kahfi,18: 21, At-Taubah, 9: 109-110. Juga Hadits, antara lain, yaitu: Pertama, HR. Bukhari: “Dan apabila suatu urusan itu urusan duniamu, maka engkaulah yang lebih berhak menentukannya (Iebih tahu)”; dan kedua, HR. Muslim: ”Tuhan itu indah, dan suka (cinta) akan keindahan”.

Perancangan masjid sebagai karya arsitektur pada dasarnya merupakan suatu tantangan bagi kemampuan ijtihad atau kreativitas perancang. Dia dituntut untuk mengkaji makna masjid, lalu menuangkannya dalam suatu gagasan perencanaan dan diakhiri dengan suatu gubahan arsitektur yang utuh.

Maka, rancangan masjid JIC dengan kubahnya dimaksudkan memberi efek tertentu di mana penggunanya akan menangkap manifestasi sifat-sifat keperkasaan (al-Jabbaru), kemegahan (al-Mutakabbiru) sekaligus kelembutan dan keindahan (Al-Lathief), selanjutnya efek ini dapat menghalau stigma lama sebagai daerah Lokasi Rehabilitasi dan Sosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak. Filosofi ini dimaksud agar wujud bangunan bersifat monumental yang kontras dengan lingkungan sekitar, berbobot syiar yang tinggi, ramah dan “mengundang” umat untuk beribadah.

Untuk konsep bangunannya, Ir. H. Achmad Noe’man menjelaskan, hasil studi kreatif tim yang dipimpinnya tatkala akan merancang komplek JIC, menyimpulkan bahwa bentuk dasar dari masjid yang paling sesuai adalah komposisi modifikasi dari bentuk-bentuk dasar kubus, balok, piramid dan bola. Bentuk akhir merupakan bentuk “membumi” yang terdiri dari unsur badan dan kepala bangunan.

Badan bangunan Masjid JIC merupakan unsur bangunan yang dimulai dari garis singgung dengan permukaan bumi hingga bagian atap datar. Unsur badan ini ditutup kulit atau amplop bangunan. Pengolahan arsitektural kulit bangunan merupakan komposisi bidang-bidang masif, bukaan dan transparan, baik itu kaca maupun kerawangan. 

Sedangkan untuk kepala bangunan Masjid JIC merupakan bagian transisi, leher atau dudukan kubah. Kubah sebagal elemen klimaks bangunan, tidak diletakkan langsung pada badan tetapi pada bagian leher atau transisi. Hal ini merupakan artikulasi arsitektur agar proporsi dan skala masjid menjadi lebih anggun dan monumental. Bentuk bagian transisi ini merupakan “perkawinan” antara bentuk-bentuk dasar limas dan kubus sehingga melahirkan bentuk baru yang terstruktur.

Pada bagian-bagian tertentu dipasang bukaan bukan transparan kaca patri. Selain akan memberikan nilai estetis tampilan eksterior, juga efek terang pada interior masjid.

Adapun bagian kubah Masjid JIC, maka secara visual merupakan klimaks bangunan. Bidang kubah dimodifikasi sedemikian rupa diberi bukaan-bukaan transparan kaca patri dengan bentuk bentuk tertentu. Bukan hanya memberi nilai tambah bagi eksterior bangunan tetapi juga bagi interior masjid. 

photo
Foto udara atap Masjid Jakarta Islamic Center (JIC) yang hancur pacakebakaran di Jakarta Utara, Kamis (20/10/2022). Kebakaran yang terjadi pada Rabu (19/10) masih dalam pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik Markas Besar Polri dan saat ini aktifitas ibadah dialihkan ke gedung JIC Convention Hall yang berada di sebelah bangunan utama Masjid. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/nym. - (ANTARA/Fakhri Hermansyah)

 

Karenanya, terbakar dan robohnya kubah Masjid JIC bukan akhir dari makna filosofisnya dan konsepnya yang begitu indah, agung yang bersumber dari Alquran dan Hadits; dan juga bukan akhir dari keberadaan kubah Masjid JIC. Yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kubah Masjid JIC sesuai makna filosofisnya dan konsepnya tersebut, tentu dengan bahan-bahan yang tidak mudah terbakar seperti sebelumnya dan dengan tingkat keamanannya yang tinggi. Itu saja.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement