Sabtu 22 Oct 2022 23:24 WIB

Akreditasi dan Standardisasi Pesantren, Refleksi Hari Santri   

Akreditasi dan standardisasi pesantren untuk tingkatkan kualitas

Pondok Pesantren Darussalam, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat Iilustrasi). Akreditasi dan standardisasi pesantren untuk tingkatkan kualitas
Foto:

Oleh : Muhbib Abdul Wahab, Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekretaris Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah

Dengan demikian, akreditasi institusi pesantren merupakan implementasi audit mutu eksternal terhadap legalitas,  identitas, ciri khas, tradisi, tata pamong, tata kelola, kepemimpinan, kerjasama, santri, SDM (ustadz/pendidik dan tenaga kependidikan), kurikulum dan proses pembelajaran, sarana dan prasarana, keuangan, dan luaran pesantren.

Aktualisasi akreditasi institusi harus dilakukan lembaga atau badan independen, terpercaya, dan profesional agar dapat menilai, mengaudit mutu, dan menetapkan peringkat akreditasi  secara obyektif, adil, dan arif.

Dalam UU No. 18 Tahun 2019 dijelaskan bahwa Majelis Masyayikh bertugas:

(a) menetapkan kerangka dasar dan struktur kurikulum pesantren; (b) memberi pendapat kepada Dewan Masyayikh dalam menentukan kurikulum pesantren; (c) merumuskan kriteria mutu lembaga dan lulusan pesantren; (d) merumuskan kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan;(e) melakukan penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu; dan (f) memeriksa keabsahan setiap syahadah atau ijazah santri yang dikeluarkan oleh pesantren (Pasal 29 ayat 1-6) 

Akreditasi pesantren di era digital ini dapat menjamin terwujudnya kinerja unggul dan reputasi strategis. Reputasi pesantren pada gilirannya dapat memengaruhi persepsi publik terhadap kualitas alumni, kredibilitas insitusi, integritas moral dan sosial pimpinan, pendidik dan tendik. 

Selain itu, reputasi institusi sebagai hasil akreditasi juga menjamin aktualisasi fungsi dakwah dan pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi pesantren yang memang sangat potensial dikembangkan.

Sebagai upaya standardisasi mutu layanan pendidikan, akreditasi institusi  diharapkan dapat menyemai dan menumbuh-kembangkan budaya disiplin dalam tafaqquh fi ad-din, amanah dan ramah santri, tertib administrasi, akuntabel dan transparan dalam pengelolaan keuangan dan aset umat, humanis dalam pengasuhan santri, hingga menjadi pesantren ramah santri dan ramah lingkungan, pesantren sehat, moderat, dan bermartabat.

Reputasi pesantren dapat dibangun dan dikembangkan melalui sistem akreditasi berbasis standar mutu, nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin, dan nilai budaya pesantren, seperti keikhlasan, persaudaraan, kemandirian, moderasi, kolaborasi, ramah santri, percaya diri, integritas, disiplin, dan sebagainya. 

Reputasi pesantren itu ibarat pohon buah; harus ditanam, disiram, dipupuk, dan dipelihara bersama, agar dapat tumbuh subur, menjadi besar dengan cabang, ranting, dahan, dan kelebatan daunnya, sehingga memberi keteduhan, keindahan bunga, nutrisi dan kesegaran buah, dan kesejukan oksigen yang dihasilkannya.

Baca juga: Dihadapkan 2 Pilihan Agama Besar, Mualaf Anita Yuanita Lebih Memilih Islam

Jadi, akreditasi pesantren secara berkala (misalnya 5 tahun sekali) oleh lembaga independen, imparsial, profesional, dan kredibel diharapkan menjadi solusi terhadap maladministrasi, mismanajemen, kejahatan seksual, kekerasan, perundungan, penyalahgunaan keuangan, dan sebagainya. 

Dengan akreditasi pesantren, monitoring dan evaluasi, supervise dan advokasi, jaminan mutu institusi, alumni, dan luaran (outcome) pesantren dapat dinikmati masyarakat. 

 

Sebaliknya, reputasi dan rekognisi pesantren sebagai pusat penyemaian calon ulama dan pemimpin masa depan dapat diandalkan. Tidak hanya itu, pesantren juga dapat berperan nyata dan "Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan", sesuai tema Hari Santri Tahun 2022. Selamat merayakan Hari Santri!  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement