Sabtu 22 Oct 2022 18:48 WIB

Masih Jadi PR, OJK Terus Tingkatkan Literasi dan Inklusi Keuangan

Presiden telah meminta agar inklusi keuangan ditingkatkan ke level 90 persen 2024

Rep: Silvy Dian Setiawan / Red: Hiru Muhammad
Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menggelar acara literasi keuangan selama dua hari di Yogyakarta.
Foto: Istimewa
Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menggelar acara literasi keuangan selama dua hari di Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Literasi dan inklusi keuangan di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah (PR) hingga saat ini. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menyebut bahwa literasi dan inklusi keuangan ini terus ditingkatkan.

Berdasarkan survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK pada 2019, indeks literasi keuangan masih berada pada level 38,03 persen. Sedangkan, indeks inklusi keuangan nasional berada di level 76,19 persen. "Artinya masih sekitar 24 persen yang belum melakukan inklusi keuangan, ini PR kita semua," kata Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi di Joglo Tamansari, Kota Yogyakarta, Sabtu (22/10/2022).

Baca Juga

Friderica mengatakan, presiden telah meminta agar inklusi keuangan untuk ditingkatkan ke level 90 persen pada 2024 mendatang. Begitu pun dengan literasi keuangan yang harus terus ditingkatkan, mengingat indeksnya masih rendah."Memang PR kita semua, bagaimana Kalau bisa 100 persen masyarakat sudah masuk ke inklusi keuangan. Tapi ini tidak mudah, di negara lain juga belum semuanya terjangkau," ujar Friderica.

Dalam upaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan ini, pihaknya terus memasifkan edukasi kepada masyarakat. Termasuk melakukan perlindungan konsumen dan masyarakat, salah satunya dari kredit pembiayaan yang ilegal seperti pinjaman online (pinjol).

Ia menyebut, saat ini sangat banyak pinjol yang menawarkan kredit pembiayaan kepada masyarakat dengan cara yang mudah dan cepat. Namun, tidak sedikit juga masyarakat yang mengakses pembiayaan tersebut terdampak, karena pinjol yang tidak terdaftar atau tidak berizin dari OJK.

"Pinjol misalnya, sampai sekarang sudah ada 4.500 pinjol yang ditutup, belum lagi korbannya berapa banyak. Mungkin satu pinjol kadang memiliki ratusan ribu sampai ratusan juta masyarakat terdampak dan menyasar saudara-saudara kita yang justru tidak mampu," jelasnya.

Untuk itu, literasi dan inkludi keuangan ini perlu ditingkatkan. Friderica menuturkan, berbagai program pun dikeluarkan oleh OJK agar masyarakat dapat mengakses pembiayaan maupun produk keuangan dengan mudah dan cepat, serta menjamin perlindungan konsumen.

"Jadi kedepan kita fokus bagaimana untuk tidak hanya meningkatkan inklusi, tapi juga literasi. Jadi orang pakai produk keuangan, tapi juga paham apa yang dipakai," tambah Friderica.

Sementara itu, Kepala Biro Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setda DIY, Yuna Pancawati mengatakan, dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan ini perlu disertai dengan koordinasi, kolaborasi, dan sinergi antar berbagai pihak. Baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga di kabupaten/kota.

Koordinasi hingga sinergi ini dinilai penting dilakukan dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat. Hal ini dalam rangka memutus adanya pembiayaan ilegal yang diakses masyarakat. 

Di Pemda DIY sendiri, katanya, literasi dan inklusi keuangan sendiri dilakukan dengan melakukan sosialisasi kepada  masyarakat, termasuk pelaku usaha seperti UMKM. Bahkan, sosialisasi yang dilakukan juga menyasar hingga pelajar di DIY.

"Melaksanakan sosialisasi dan juga pembukaan rekening sebagai wujud peningkatan literasi dan inklusi keuangan di 12 SMA/SMK dengan beberapa target program," kata Yuna.

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement