REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komitmen pemerintah Indonesia dalam memajukan sektor pangan dalam beberapa tahun terakhir dinilai patut jadi contoh dunia internasional dalam membangun ketahanan pangan dalam negeri. Indonesia bisa memanfaatkan itu untuk mengajak negara-negara anggota G20 untuk mengatasi krisis pangan yang melanda dunia saat ini.
"Yang paling penting adalah adanya komitmen pemerintah yang kuat terhadap keinginan untuk memajukan pangan, keinginan untuk meningkatkan ketahanan pangan. Itu yang saya kira harus dicontoh (negara-negara G20)," kata guru besar IPB University Edi Santosa, dalam siaran pers, Jumat (21/10/2022).
Sebelumnya, Badan Pangan dan Pertanian Dunia atau Food and Agricultural Organization (FAO) berharap Indonesia yang didaulat menjadi ketua G20 tahun ini mampu mengajak negara-negara anggota G20 untuk bekerja sama dalam mengatasi kerawanan pangan di dunia.
Melalui Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, dalam berbagai kesempatan Indonesia mengajak negara-negara G20 untuk bersama-sama mengatasi krisis pangan. Pangan, kata Syahrul, adalah soal kemanusiaan yang tidak boleh dibatasi oleh kepentingan apa pun.
Syahrul mendorong semua negara G20 membuka jalur distribusi pangan secara terbuka. Seruan itu dilandasi oleh kecenderungan sejumlah negara eksportir pangan menempuh membatasi, bahkan menutup, ekspor untuk mengamankan kepentingan domestik. Itu pula yang dikhawatirkan FAO.
Ke depan, menurut Edi, Indonesia harus mengimbangi pembangunan ketahanan pangan itu dengan penguatan daya saing komoditas di pasar internasional. Bagi Edi, prestasi ketahanan pangan Indonesia yang baik di tengah kondisi global yang muram masih belum lengkap jadi contoh.
"Prestasi ketahanan pangan harus ada nilai plus lain, yaitu daya saing. Produksi tinggi saja tidak cukup. Kemudian bisa bertahan (di tengah pandemi Covid-19 dan krisis) itu luar biasa. Tetapi untuk memberi contoh (ketahanan pangan) ke negara lain, harus ada sesuatu yang ditawarkan," tambah Edi.
Meningkatnya daya saing, jelas Edi, akan mendorong kualitas komoditas pangan Indonesia. Agar berhasil, produksi pangan membutuhkan sarana produksi yang mendukung. Selain itu, produksi harus tepat waktu, tepat jumlah, tepat harga, dan tepat kualitas.
"Artinya ketika sudah didaulat sebagai leader (pemimpin) G20, tentu kita tidak mengatakan yang kita capai adalah the best," kata Edi.
Mengutip data FAO, saat ini 3,1 miliar orang di seluruh dunia masih tidak mampu membeli makanan yang sehat. Kelaparan terus meningkat, yang di tahun 2021 mencapai 828 juta orang. Dalam dua tahun, jumlah orang rawan pangan melonjak, dari 135 juta pada 2019 menjadi 193 pada 2021.