REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berharap penyebab penyakit gangguan ginjal akut dapat segera ditemukan. Mengingat jumlah korban yang terus bertambah.
"KPAI berharap penyebabnya segera ditemukan karena korbannya sudah berada di angka 200 lebih," kata Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi KPAI Jasra Putra, di Jakarta, Rabu (19/10/2022).
Menurut Jasra Putra, kasus ini sudah cukup lama terjadi dan belum menemukan titik terang penyebabnya sehingga korban terus berjatuhan. "Situasi ini sudah setahun dan belum mendapatkan titik terang penyebabnya," katanya.
Pihaknya pun sudah berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terkait penyakit ini. IDAI mengklarifikasi bahwa kasus gangguan ginjal akut di Indonesia berbeda dengan kasus yang terjadi di India.
Jasra Putra mengatakan KPAI membuka pos layanan pengaduan dalam rangka meneruskan informasi yang tepat kepada masyarakat. Selain itu juga mendekatkan informasi mekanisme rujukan.
Menurut dia, dalam layanan pengaduan KPAI sejak Januari sampai September 2022 terdapat 3.164 aduan yang dibagi dalam kluster Pemenuhan Hak Anak (PHA) sebesar 1.689 aduan dan kluster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebesar 1.475 aduan. Dari jumlah tersebut, terdapat 78 pengaduan isu kesehatan dan kesejahteraan.
"Layanan pengaduan KPAI akan terus standby untuk menerima laporan dampak lanjutan anak-anak yang sedang dalam perawatan dan meninggal karena gangguan ginjal akut atipikal agar ada koordinasi berbagai pihak untuk merespons situasi ini," katanya.
Kementerian Kesehatan bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ahli epidemiologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Farmakolog, dan Puslabfor Polri masih melakukan pemeriksaan laboratorium untuk menemukan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut. Jumlah kasus yang dilaporkan hingga 18 Oktober 2022 sebanyak 206 kasus dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak.